Kinerja Lembaga Peradilan di Mata Presiden Jokowi
Berita

Kinerja Lembaga Peradilan di Mata Presiden Jokowi

Presiden seharusnya tak berhenti pada pelaporan kinerja MA, KY dan MK dalam sidang tahunan, tapi mendorong reformasi di lembaga peradilan yang masih menyisakan persoalan serius. Termasuk beragam persoalan di sektor pendidikan, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan legislasi yang seolah mengabaikan realitas yang terjadi di lapangan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Tidak tepat

Terpisah, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie berpandangan model sidang tahunan yang berisi laporan lembaga-lembaga negara sepanjang satu tahun diwakili presiden dinilai tak tepat. Secara substansial, cabang-cabang kekuasaan melalui trias politica telah dipisah melalui mekanisme separation of power. Presiden tidak bisa mewakili lembaga legislative atau yudikatif. Termasuk badan pemeriksa keuangan (BPK).

“Ke depan perlu diatur mengenai pelaporan tiap-tiap lembaga untuk menyampaikan secara langsung di hadapan sidang MPR,” kata dia.

Selain itu, presiden seharusnya tak berhenti pada pelaporan kinerja MA, KY dan MK dalam sidang tahunan, tapi mendorong reformasi di lembaga peradilan yang hingga saat ini masih menyisakan persoalan serius. Misalnya, dorongan lahirnya RUU Jabatan Hakim, menjadi salah satu embrio awal untuk kehadiran reformasi di lembaga peradilan.

Menurutnya, gagasan share responsibility antara KY dan MA diharapkan menjadi resep jitu dalam  menempatkan hakim dalam marwah yang sejatinya. Meski saat ini antara MA dan KY secara terpisah memiliki kewenangan masing-masing, namun tak jarang keduanya kerap masih terjadi friksi satu dengan lainnya. Reformasi lembaga peradilan serius sejatinya menjadi kunci dalam memperbaiki wajah peradilan dan kehakiman ke depannya.

Sejumlah sektor

Dalam kesempatan ini, Presiden pun menyoroti sejumlah sektor, salah satunya pemberantasan korupsi. Dia menegaskan pemerintah tak pernah main-main dengan upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, pencegahan perilaku korupsi harus ditingkatkan melalui tata kelola sederhana, transparan, dan efisien. “Dalam menegakan hukum tak boleh pandang bulu,” lanjutnya.

Begitu pula dengan penegakan nilai-nilai demokrasi tak boleh ditawar-tawar. Sebab, demokrasi mesti berjalan sesuai dengan relnya tanpa mengganggu kecepatan kerja dan kepastian hukum. Misalnya, agenda Pilkada Serentak 2020 harus tetap berjalan dengan disiplin tinggi dalam menjalankan protokol kesehatan.  

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mewanti-wanti agar tak memberi sedikitpun ruang terhadap pihak yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Sementara di sektor pendidikan nasional, dia mendorong agak mengedepankan nilai-nilai Ketuhanan, yang berkarakter kuat dan berakhlak mulia, serta unggul dalam inovasi dan teknologi. “Saya ingin semua platform teknologi harus mendukung transformasi demi kemajuan bangsa,” harapnya.

Sementara Tholabi berpendapat titik tekan presiden terhadap sejumlah sektor seperti pendidikan, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan legislasi tampak mengabaikan realitas yang terjadi di lapangan. Seperti persoalan pendidikan. Situasi kekinian, para siswa dan orang tua siswa termasuk kalangan perguruan tinggi di masa pandemi menjadi persoalan krusial akibat belum menemukan format ideal model pembelajaran yang efektif.

Begitu juga mengenai legislasi antara DPR dan Presiden, aspirasi masyarakat sipil mengenai pembahasan sejumlah RUU yang kontroversial di DPR saat masa pandemi ini, luput dari catatan Presiden. Dia berharap agar aspirasi dari warga negara semestinya menjadi catatan penting bagi negara dalam perumusan setiap kebijakan publik, khususnya produk legislasi.

Tags:

Berita Terkait