Kinerja Lembaga Peradilan di Mata Presiden Jokowi
Berita

Kinerja Lembaga Peradilan di Mata Presiden Jokowi

Presiden seharusnya tak berhenti pada pelaporan kinerja MA, KY dan MK dalam sidang tahunan, tapi mendorong reformasi di lembaga peradilan yang masih menyisakan persoalan serius. Termasuk beragam persoalan di sektor pendidikan, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan legislasi yang seolah mengabaikan realitas yang terjadi di lapangan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR 2020 di Komplek Gedung Parlemen, Jumat (14/8). Foto: RFQ
Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR 2020 di Komplek Gedung Parlemen, Jumat (14/8). Foto: RFQ

Situasi pandemi Covid-19 tak menyurutkan lembaga peradilan untuk tetap produktif. Seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY), berbagai terobosan diambil demi tetap memberi layanan terbaik terhadap masyarakat pencari keadilan dan memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi dan layanan peradilan. Hal ini menjadi sorotan Presiden Joko Widodo dalam pidato Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Komplek Gedung Parlemen, Jumat (14/8/2020).

“Mahkamah Agung menjamin kecepatan pelayanan persidangan saat pandemi. Penyediaan layanan persidangan virtual dengan menggunakan aplikasi e-court dan e-litigasi telah mempercepat persidangan di luar persidangan terbuka dan tatap muka,” ujar Presiden Jokowi.

Dalam pandangan Presiden, dalam memperluas akses para pencari keadilan, MA dipandang terus melakukan sejumlah perbaikan. Seperti menambah layanan pos bantuan hukum dan memodernisasi manajemen perkara melalui layanan pengadilan elektronik. Langkah tersebut membuat MA mampu memangkas tunggakan sisa perkara secara signifikan.

Menurut Presiden, keberhasilan MA tersebut berkat dukungan dari KY sebagai lembaga pengawas eksternal dalam lingkup kewenangannya. Dia menilai seperti pengusulan calon hakim agung, calon hakim ad hoc tipikor, dan calon hakim ad hoc hubungan industrial tetap berjalan lancar. Demikian pula, dengan pelaksanaan program peningkatan kapasitas hakim, pemantauan persidangan, investigasi, dan advokasi hakim.

“Sepanjang tahun 2019 hingga Juni 2020, KY telah menangani 1.584 laporan pengaduan masyarakat dan merekomendasikan 225 penjatuhan sanksi,” kata dia. (Baca Juga: Optimisme Presiden Saat Kondisi Pandemi)

Sementara kecepatan dan kecermatan MK menjalankan fungsinya pun tak luput dari sorotan Presiden Jokowi. Menurutnya, MK terus memperbaiki tata kelola dan meningkatkan pemanfaatan layanan elektronik dalam melayani masyarakat pencari keadilan. Dia menilai MK telah berhasil mempercepat jangka waktu penyelesaian perkara pengujian undang-undang dari waktu penyelesaian 101 hari kerja per perkara di 2017 menjadi rata-rata 59 hari kerja per perkara.

Sepanjang tahun 2019 hingga awal tahun 2020, MK telah menyelesaikan 122 perkara pengujian undang-undang. Sementara pada saat yang sama, perluasan kerja sama di dalam maupun di luar negeri terus ditingkatkan. Tak hanya itu, MK aktif menginisiasi dan mengkoordinasi berbagai kegiatan di tingkat regional dan global. “Agar sistem hukum kita dijadikan rujukan bagi negara-negara demokrasi di berbagai penjuru dunia,” harapnya.

Tidak tepat

Terpisah, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie berpandangan model sidang tahunan yang berisi laporan lembaga-lembaga negara sepanjang satu tahun diwakili presiden dinilai tak tepat. Secara substansial, cabang-cabang kekuasaan melalui trias politica telah dipisah melalui mekanisme separation of power. Presiden tidak bisa mewakili lembaga legislative atau yudikatif. Termasuk badan pemeriksa keuangan (BPK).

“Ke depan perlu diatur mengenai pelaporan tiap-tiap lembaga untuk menyampaikan secara langsung di hadapan sidang MPR,” kata dia.

Selain itu, presiden seharusnya tak berhenti pada pelaporan kinerja MA, KY dan MK dalam sidang tahunan, tapi mendorong reformasi di lembaga peradilan yang hingga saat ini masih menyisakan persoalan serius. Misalnya, dorongan lahirnya RUU Jabatan Hakim, menjadi salah satu embrio awal untuk kehadiran reformasi di lembaga peradilan.

Menurutnya, gagasan share responsibility antara KY dan MA diharapkan menjadi resep jitu dalam  menempatkan hakim dalam marwah yang sejatinya. Meski saat ini antara MA dan KY secara terpisah memiliki kewenangan masing-masing, namun tak jarang keduanya kerap masih terjadi friksi satu dengan lainnya. Reformasi lembaga peradilan serius sejatinya menjadi kunci dalam memperbaiki wajah peradilan dan kehakiman ke depannya.

Sejumlah sektor

Dalam kesempatan ini, Presiden pun menyoroti sejumlah sektor, salah satunya pemberantasan korupsi. Dia menegaskan pemerintah tak pernah main-main dengan upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, pencegahan perilaku korupsi harus ditingkatkan melalui tata kelola sederhana, transparan, dan efisien. “Dalam menegakan hukum tak boleh pandang bulu,” lanjutnya.

Begitu pula dengan penegakan nilai-nilai demokrasi tak boleh ditawar-tawar. Sebab, demokrasi mesti berjalan sesuai dengan relnya tanpa mengganggu kecepatan kerja dan kepastian hukum. Misalnya, agenda Pilkada Serentak 2020 harus tetap berjalan dengan disiplin tinggi dalam menjalankan protokol kesehatan.  

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mewanti-wanti agar tak memberi sedikitpun ruang terhadap pihak yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Sementara di sektor pendidikan nasional, dia mendorong agak mengedepankan nilai-nilai Ketuhanan, yang berkarakter kuat dan berakhlak mulia, serta unggul dalam inovasi dan teknologi. “Saya ingin semua platform teknologi harus mendukung transformasi demi kemajuan bangsa,” harapnya.

Sementara Tholabi berpendapat titik tekan presiden terhadap sejumlah sektor seperti pendidikan, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan legislasi tampak mengabaikan realitas yang terjadi di lapangan. Seperti persoalan pendidikan. Situasi kekinian, para siswa dan orang tua siswa termasuk kalangan perguruan tinggi di masa pandemi menjadi persoalan krusial akibat belum menemukan format ideal model pembelajaran yang efektif.

Begitu juga mengenai legislasi antara DPR dan Presiden, aspirasi masyarakat sipil mengenai pembahasan sejumlah RUU yang kontroversial di DPR saat masa pandemi ini, luput dari catatan Presiden. Dia berharap agar aspirasi dari warga negara semestinya menjadi catatan penting bagi negara dalam perumusan setiap kebijakan publik, khususnya produk legislasi.

Tags:

Berita Terkait