Kewenangan Dewan Pengawas KPK Disebut Lampaui Batas Pengawasan
Berita

Kewenangan Dewan Pengawas KPK Disebut Lampaui Batas Pengawasan

Karena Dewan Pengawas KPK memiliki kewenangan mengeluarkan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang notabene bukan aparat penegak hukum.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, Para Pemohon mempertegas permohonan pengujian UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945. Terkait kerugian konstitusional, Para Pemohon memasukkan uraian kerugian konstitusional antargenerasi dan kerugian secara kolektif serta kerugian konstitusional individual.

 

Dalam sidang sebelumnya, Zico Leonard Djagardo Simajuntak mendalilkan upaya pelemahan KPK, diantaranya mengubah status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang potensial terjadi benturan kepentingan; kewenangan menyadap harus izin Dewan Pengawasan dinilai mempersempit ruang gerak KPK memberantas korupsi; KPK diberi kewenangan SP3 jika penanganan kasus korupsi tidak selesai dalam waktu 2 tahun.

 

“Proses pembentukan revisi UU KPK ini dilakukan terburu-buru, sehingga disinyalir sarat kepentingan politik,” ujar Leonard Djargardo Simajuntak dalam sidang pendahuluan yang dipimpin Ketua Majelis Panel Anwar Usman di ruang sidang MK, Senin (30/9/2019) lalu. (Baca Juga: Mahasiswa Uji Revisi UU KPK, Ini Saran Hakim MK)

 

Zico menilai pembentukkan Revisi UU KPK ini mengabaikan prinsip yang terkandung dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur prinsip keterbukaan. Proses pembahasan Revisi UU KPK ini tidak ada partisipasi masyarakat dengan cara konsultasi publik seperti yang diatur Pasal 188 ayat (1-3) Perpres No. 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mulai proses penyiapan RUU, pembahasan RUU dan pengesahan menjadi UU, hingga pelaksanaan UU.

 

Menurutnya, penyusunan revisi UU KPK tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sehingga timbul kerugian yang seharusnya dapat dicegah jika asas-asas pembentukan UU terpenuhi. “Atas dasar itu, Pemohon meminta MK menyatakan Revisi UU KPK tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegasnya.

 

Dalam permohonanya, Zico pun mempersoalkan syarat-syarat pemilihan anggota KPK dan pemilihan pimpinan KPK di Komisi III DPR yang telah diatur Pasal 29 UU KPK. Menurutnya, pemilihan Firly Bahuri sebagai ketua KPK yang baru menuai pro dan kontra. Seharusnya ada mekanisme atau upaya hukum melalui (pembuktian) pengadilan untuk membuat terang proses pemilihan pimpinan KPK itu demi menghilangkan fitnah atau polemik di masyarakat.

 

Karena itu, dalam petitum provisinya, Para Pemohon meminta MK memerintahkan DPR dan Presiden untuk memberhentikan (membatalkan) pelantikan lima anggota KPK terpilh. Pembentukan Perubahan UU KPK tersebut mengabaikan prinsip dasar pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik seperti tertuang dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang mengatur adanya prinsip keterbukaan.

Tags:

Berita Terkait