Kewajiban Negara Melindungi Pekerja Migran Indonesia
Kolom

Kewajiban Negara Melindungi Pekerja Migran Indonesia

​​​​​​​Putusan MK dapat menjadi patokan bagi seluruh stakeholder untuk memiliki persepsi atau pandangan yang sama dalam hal memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi TKI atau Pekerja Migran Indonesia.

Bacaan 7 Menit

Menurut ASPATAKI, ada dua isu konstitusional yang menyebabkan mereka mengajukan permohonan judicial review ke MK, yakni, pertama, isu tentang kewajiban pembayaran modal disetor perusahaan sebesar Rp5 miliar dan setoran deposito sebesar Rp1,5 miliar yang menurut ASPATAKI sangat memberatkan, kedua, sanksi pidana yang diberlakukan kepada perusahaan (P3MI) apabila ada PMI yang bekerja tidak sesuai dengan perjanjian kerja.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 83/PUU-XVII/2019

Untuk menjawab isu konstitusional terkait norma pasal tersebut, MK membagi pertimbangan hukumnya menjadi dua bagian, pertama, dalam paragraf awal [3.14] MK mencoba memberikan gambaran secara utuh tentang bagaimana pentingnya negara hadir dalam upaya memberikan perlindungan secara yang maksimal terhadap para TKI/PMI yang bekerja di luar negeri.

Selain itu, MK juga menegaskan bahwa UU 39/2004 yang sudah sering diajukan pengujian ke MK juga secara kasat mata memang tidak maksimal mengakomodir perlindungan terhadap para TKI/PMI sehingga dengan adanya UU baru yakni UU 18/2017 yang juga telah memasukan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya yang kemudian diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers And Members of Their Families diharapkan dapat memberikan warna baru dalam upaya memberikan perlindungan TKI/PMI secara maksimal.

Kedua, dalam pertimbangan hukumnya, MK juga menjawab seluruh dalil yang dikemukakan oleh ASPATAKI sebagai berikut:

  • Isu Konstitusional Terkait Setoran dan Deposito

Menurut MK, regulasi yang dibuat oleh pembentuk undang-undang dengan menaikkan modal yang disetor dan deposito setoran ke bank pemerintah merupakan bagian dari upaya memberikan jaminan kualifikasi dan krediblitas perusahaan sebagai pelaksana penempatan Pekerja Migran Indonesia. Dengan melihat fakta hukum terjadinya berbagai kasus yang dialami oleh para TKI/PMI yang selalu diawali dengan adanya kelalaian perusahaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya baik pada saat dimulainya proses rekrutmen TKI/PMI hingga sampai pekerja migran selesai bekerja, maka kenaikan modal yang disetor dan setoran tersebut adalah sebuah keniscayaan yang memang harus dilakukan seiring berubahnya nilai mata uang dan juga yang lebih utama adalah sebagai upaya untuk meningkatkan marwah TKI/PMI yang dalam hal ini juga diwakili oleh perusahaan sebagai partner dari Pemerintah dalam pelaksanaan penempatan Pekerja Migran Indonesia.

Menurut MK, perusahaan yang mendapatkan SIP3MI haruslah peruashaan yang bukan hanya profesional dan bonafide tetapi juga memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk menjaga dan menjamin hak-hak asasi warga negara yang bekerja di luar negeri agar tetap terlindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.

Selain itu, menurut MK, syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 54 dimaksudkan agar perusahaan sebagai pelaksana penempatan TKI/PMI dapat secara sungguh-sungguh membuat perencanaan secara profesional yang didasarkan kepada kemampuan perusahaan dan fakta-fakta yang diperkirakan secara cermat dan rasional yang berpengaruh terhadap realisasi dari rencana yang telah ditetapkan. Menurut MK dengan adanya syarat tersebut bertujuan sebagai upaya untuk mencegah pendirian perusahaan penempatan Pekerja Migran Indonesia yang tidak bersungguh-sungguh. Terlebih lagi, apabila hal tersebut dikaitkan dengan objek usaha penempatan PMI adalah manusia dengan segala harkat dan martabatnya, maka persyaratan demikian merupakan bentuk lain dari upaya perlindungan terhadap TKI/PMI.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait