Ketum IKADIN Terpilih, Maqdir Ismail Berkomitmen ‘membesarkan’ Organisasi Advokat di Daerah
Terbaru

Ketum IKADIN Terpilih, Maqdir Ismail Berkomitmen ‘membesarkan’ Organisasi Advokat di Daerah

Salah satu hasil Munas, Maqdir Ismail terpilih sebagai Ketua Umum IKADIN dengan mengantongi 60 suara. Terdapat sejumlah terobosan dan program yang akan dilakukan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua Umum IKADIN terpilih, Maqdir Ismail. Foto: Istimewa
Ketua Umum IKADIN terpilih, Maqdir Ismail. Foto: Istimewa

Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) telah sukses menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) VII pada Kamis 10 Maret 2022 kemarin. Penyelenggaraan Munas itu berlangsung di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta. Salah satu agenda Munas IKADIN VII ini adalah pemilihan Ketua Umum DPP IKADIN. Dari hasil Munas itu, terpilih Dr. Maqdir Ismail sebagai Ketua Umum (Ketum) IKADIN yang baru menggantikan Prof Todung Mulya Lubis dengan mengantongi 60 suara. 

“Yang pasti ini adalah amanah yang berat. Bagaimanapun juga melanjutkan organisasi ini bukan sesuatu yang mudah, karena organisasi ini adalah organisasi yang sangat cair. Saya berharap ada dukungan dari semua pihak untuk melaksanakan amanah ini,” ujar Ketua Umum IKADIN terpilih, Maqdir Ismail ketika dihubungi Hukumonline melalui sambungan telepon, Jum’at (11/3/2022).

Dia mengaku terdapat sejumlah program dan terobosan untuk IKADIN ke depan di bawah kepemimpinannya. Salah satu diantaranya memikirkan bagaimana membantu aparat penegak hukum lain dalam proses penegakan hukum. Misalnya, Maqdir menyoroti restorative justice dalam penanganan perkara (korupsi) kecil yang dicanangkan Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin.

“Kami justru ingin mendorong bahwa ini (pendekatan restorative justice, red) untuk seluruh perkara, pidana terutama. Mari kita mulai memikirkan untuk meninggalkan pemikiran hukuman badan itu sesuatu yang penting,” ujar pria kelahiran 18 Agustus 1954 ini.  

Baca:

Menurut hematnya, semua pihak dapat berkaca dari negara tertentu, seperti Belanda yang berbanding terbalik dengan Indonesia yang penjaranya sudah overcapacity. Belanda justru memiliki penjara yang kosong atau bahkan disewakan. Ia mengakui hal ini terjadi karena pendekatan hukum dan penegakan hukum yang dilakukan agak berbeda. Untuk itu, dia mengajak untuk memikirkan bersama konsep hukuman menjadi pekerja sosial.

Selanjutnya, untuk kepentingan organisasi IKADIN sendiri, Maqdir berkomitmen untuk “membesarkan” organisasi-organisasi advokat di daerah (DPD-DPC, red). Sebab, di daerah sebenarnya begitu banyak penegakan hukum yang agak sedikit macet atau mengalami hambatan. Terutama penegakan hukum yang berhubungan dengan hak asasi manusia (HAM). "Untuk itu, perluasan fungsi dari organisasi ini di daerah-daerah menjadi penting," ujar doktor lulusan FHUI (2005) ini.   

Tags:

Berita Terkait