Keseriusan KPK Awasi Anggaran Penanganan Covid-19
Utama

Keseriusan KPK Awasi Anggaran Penanganan Covid-19

Mulai membentuk Satgas penyaluran anggaran Covid-19 dan Gugus Tugas; membuat delapan rambu penggunaan anggaran dalam pengadaan barang dan jasa; hingga petunjuk data bansos. Bila tidak bisa dicegah, KPK mengancam pelaku korupsi di tengah bencana dengan hukuman mati.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Delapan rambu pencegahan

Menanggapi pengawasan anggaran Covid-19 ini, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan pihaknya telah bergerak sejak terbitnya Perppu 1/2020. Selain telah berkoordinasi dengan kementerian terkait dan Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19, KPK telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) memonitor penyaluran anggaran Covid-19 ini. Bahkan terdapat personil KPK yang diposkan di Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 untuk memonitor penggunaan anggaran.

 

"Ada empat titik rawan korupsi dalam penanganan Covid-19 yaitu pengadaan barang dan jasa, sumbangan pihak ketiga, refocusing, dan realokasi APBN-APBD, dan bantuan sosial," kata Firli.

 

KPK pun telah menjalin kerja sama dengan Polri terkait pengawasan anggaran Covid-19 dan penyaluran bantuan sosial (Bansos) ke masyarakat terdampak Covid-19. Terkait pengadaan barang dan jasa, kata Firli, KPK telah meminta petunjuk teknis dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai institusi yang mengawasi anggaran dan pengadaan barang dan jasa di daerah.

 

Belum lama ini, KPK mengeluarkan Surat Edaran Ketua KPK No. 11 Tahun 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Data Non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat tertanggal 21 April 2020. Intinya, SE Ketua KPK ini, meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dengan melakukan pendataan di lapangan untuk keperluan bantuan sosial (bansos) dengan menggunakan data rujukan yakni DTKS.

 

Namun, bila ditemukan ketidaksesuaian di lapangan, penduduk yang seharusnya berhak menerima bansos, tapi datanya tidak terdapat dalam DTKS, bantuan tetap dapat diberikan serta melaporkan ke Dinas Sosial/Kementerian Sosial untuk diusulkan masuk DTKS. Untuk penerima bantuan yang terdaftar dalam DTKS, namun fakta di lapangan menunjukkan ia tidak memenuhi syarat penerimaan bansos tetap harus melaporkan ke Dinas Sosial/Kemensos untuk perbaikan DTKS.                                  

 

KPK pun telah melakukan kajian terhadap sektor pengadaan barang dan jasa agar tidak tersandung kasus korupsi. Dari hasil kajian ini, KPK juga menerbitkan Surat Edaran No. 2 Tahun 2020 tentang Rambu-Rambu Pengadaan Barang Jasa tertanggal 2 April 2020. “Kami juga tidak ingin ada ketakutan dalam pengambilan keputusan. Karena itu, kami buat panduan ada 8 rambu ini.”

 

Pertama, tidak melakukan persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa. Menurutnya, sektor pengadaan barang dan jasa amat rawan terjadinya persengkongkolan yang mendorong orang melakukan korupsi. Kedua, tidak adanya kick back. Ketiga, tidak ada unsur gratifikasi. Keempat, tidak adanya benturan kepentingan pengadaan barang dan jasa. Kelima, tidak adanya kecurangan. Keenam, tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat bencana. Ketujuh, tidak membiarkan terjadinya korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait