Kerahasiaan Informasi di Internet
Kolom

Kerahasiaan Informasi di Internet

Beberapa waktu lalu di Amerika Serikat terjadi polemik mengenai pengawasan terhadap kegiatan di internet. Polemik ini bermula dari dipublikasikannya suatu sistem penyadap e-mail milik Federal Bureau of Investigation (FBI) yang dinamakan Carnivore (http://www.fbi.org )

Bacaan 2 Menit

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur secara khusus mengenai kerahasiaan informasi. Pada Pasal 32 UU HAM menyatakan bahwa kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronika tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masalah penegakan hukum

Melihat secara cermat ketentuan-ketentuan dalam UU Telekomunikasi tersebut, ada beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan. Pertama, mengapa untuk kepentingan proses peradilan pidana, suatu informasi di jaringan telekomunikasi dapat direkam atau diperiksa hanya atas permintaan tertulis dari Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI, atau penyidik yang diamanatkan suatu undang-undang tertentu?

Padahal menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 47 ayat 1 ditegaskan bahwa untuk membuka, memeriksa, dan menyita surat yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, seorang penyidik harus mendapat izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri, jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

Ketimpangan yang terlihat di atas jelas harus mendapat perhatian serius. Sebab bagaimanapun juga Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI, termasuk dalam hal ini penyidik yang berstatus pegawai negeri, adalah "bagian" dari eksekutif/pemerintah. Tidak menutup kemungkinan kewenangan dari UU Telekomunikasi tersebut dapat dengan mudah disalahgunakan pemerintah untuk  "memata-matai" lawan-lawan politiknya.

Kedua, apakah rekaman informasi dari internet dapat dikategorikan sebagai alat bukti di pengadilan? Internet sebagai suatu media elektronik multirupa dapat berisi tulisan, gambar, dan suara dalam satu tampilan sekaligus. Sementara alat bukti yang sah menurut KUHAP adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Hal ini perlu mendapat perhatian, jangan sampai tindakan yang melanggar privacy tersebut tidak berarti apa-apa pada saat dibawa ke pengadilan.

Ketiga, bagaimana jika pelanggaran kerahasiaan informasi milik orang Indonesia dilakukan dari luar wilayah Indonesia? Di internet, sebagai suatu jaringan lintas batas negara, sangat terbuka peluang terjadinya hal tersebut.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur keberlakuan ketentuan hukum pidana Indonesia terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga asing di luar wilayah Indonesia. Sayangnya, pengaturan tersebut sangat terbatas.

Tags: