Kenali Mekanisme Penyelesaian Nonlitigasi Sengketa Norma Perundang-Undangan
Utama

Kenali Mekanisme Penyelesaian Nonlitigasi Sengketa Norma Perundang-Undangan

Menyelesaikan secara non-litigasi, majelis memeriksa norma perundang-undangan yang saling bertentangan.

Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit

Jika melihat isi pasal-pasal pada Permekumham ini, lanjutnya, yang dilakukan oleh Kemkumham pada dasarnya adalah memeriksa dari segi perancangan, kemudian melakukan mediasi antar K/L, dan lalu mencoba mencapai kesepakatan di antara K/L tersebut untuk memperbaiki norma-norma bermasalah supaya tidak ada pertentangan lain. Bagaimana jika K/L tidak bisa bersepakat? Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan akan meminta Menteri Hukum dan HAM untuk menyampaikan ke Presiden dalam rapat kabinet agar memerintahkan pemberesan konflik norma sesuai hasil pemeriksaan.

Mekanisme nonlitigasi, Bivitri melanjutkan, mirip dengan ajudikasi yang dilakukan oleh Ombudsman. Output-nya adalah rekomendasi. Tidak ada putusan layaknya di sengketa pemilu atau judicial review yang dilakukan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.

Adapun posisi majelis pemeriksa dalam penyelesaian sengketa nonlitigas ini tidak memutus atau mengadili mana yang salah mana yang benar. Majelis pemeriksa hanya memberikan rekomendasi norma yang harus diperbaiki dan meminta K/L terkait untuk memperbaikinya. “Karena itu, menurut saya tidak ada prinsip yang dilanggar di sini,” ujarnya.

(Baca juga: Jalur Non-litigasi pun Perlu Bantuan Hukum Probono).

Pengajar ilmu perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, berpendapat kebijakan Kemenkumham membuka ruang sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur nonlitigasi merupakan inisitaif yang baik di tengah peliknya permasalahan regulasi di Indonesia. Faktanya, banyak pertentangan norma dan kewenangan yang tidak bisa diselesaikan melalui jalur litigasi di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

Menurut Bayu, baik MK maupun MA tidak bisa menyelesaikan sengketa perundang-undanga yang sifatnya horizontal, seperti disharmoni antara Peraturan Menteri (Permen) yang satu dengan yang lain. MK dan MA, lanjutnya, hanya menyelesaikan sengketa perundang-undangan yang bersifat vertikal. Padahal, benturan peraturan perundang-undangan seperti peraturan menteri, peraturan nonkementerian, peraturan lembaga non struktural, banyak terjadi di Indonesia.

“Banyak kasus Permen satu dengan yang lain, sering terjadi disharmoni Permen yang satu dengan Permen yang lain. Dampaknya ke masyarakat, tidak mendapatkan suatu kepastian. MK dan MA hanya menaruh perhatian pada yang vertical. Sebaliknya yang horizontal tidak ada penyelesaiannya padahal banyak sekali masyarakat mendapatkan kerugian karena peraturan horizontal,” jelasnya kepada hukumonline.

Penyelesaian sengketa perundang-undangan melalui jalur non-litigasi itu bisa menjembatani atau memberikan soluusi atas sengketa peraturan perundang-undangan. Jalur ini cepat dan murah tanpa biaya. Selain itu, jalur nonlitigasi mengutamakan mediasi dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang berkepentingan demi mencari solusi yang terbaik.

Tags:

Berita Terkait