Kembangkan Comparative Law, 3 Dosen Wakili Indonesia di Kongres Dunia
Utama

Kembangkan Comparative Law, 3 Dosen Wakili Indonesia di Kongres Dunia

Pengembangan comparative law semakin mendesak agar reformasi hukum Indonesia tidak salah arah dalam mengadopsi hukum asing.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Dia juga melihat bahwa kajian perbandingan hukum telah digunakan oleh berbagai negara maju di dunia untuk kepentingan hubungan diplomatik dan bisnis. “Mereka mempelajari hukum berbagai negara mitra interaksi. Sehingga ketika ada hubungan yang terjalin jadi lebih mudah,” ujarnya.

 

Sedangkan Prof. Susi menekankan pentingnya perhatian lebih besar dalam pengembangan kajian perbandingan hukum karena berbagai reformasi hukum di Indonesia semakin banyak mengadopsi konsep hukum asing. Termasuk negara-negara yang berbeda sistem hukum dengan Indonesia.

 

“Dalam dunia global, tidak mungkin suatu negara terisolasi dari negara lain,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara FH UNPAD ini.

 

Menurutnya, saat ini telah terjadi konvergensi antara konsep civil law system dengan common law system. Kajian perbandingan hukum semakin bernilai penting untuk dipelajari lebih mendalam terutama di berbagai kampus-kampus hukum.

 

(Baca Juga: FHUI Gagas Pembentukan Asosiasi Perbandingan Hukum Indonesia)

 

Baik Topo maupun Susi menegaskan pentingnya pendalaman perbandingan hukum dalam berbagai pengembangan hukum Indonesia agar tidak terjadi transplantasi hukum begitu saja dari konsep atau substansi hukum negara lain. Padahal setiap konsep dan substansi hukum berkaitan dengan nilai-nilai khas dari masing-masing negara asalnya. “Bukan hanya sekadar mengambil, mentransplantasi, agar tidak terjadi salah penggunaan,” kata Susi menjelaskan.

 

Sebagai sesama Guru Besar Hukum dari dua kampus hukum terkemuka Indonesia, keduanya mengakui bahwa perbandingan hukum di kampus mereka sudah menjadi bagian dari kurikulum program sarjana hingga doktor. Hanya saja pengemasannya masih terbatas secara parsial di masing-masing bidang studi. Itu pun bukan mata kuliah wajib. Misalnya mata kuliah perbandingan hukum pidana atau perbandingan hukum tata negara.

 

Keduanya sepakat bahwa prospek dan urgensi perbandingan hukum perlu disikapi lebih baik lewat kurikulum kampus hukum. Misalnya dengan membuka mata kuliah perbandingan hukum secara utuh. “Mahasiswa perlu diberi pengetahuan bagaimana membandingkan dengan tepat. Biasanya apple to apple, boleh nggak nanti apple to orange?” ujar Prof. Susi.

Tags:

Berita Terkait