Kejar Target, Perebutan Sektor, dan Formalitas Belaka
Fokus

Kejar Target, Perebutan Sektor, dan Formalitas Belaka

DPR periode 2004-2009 meninggalkan banyak ‘pekerjaan rumah' kepada para suksesor mereka.

Fat
Bacaan 2 Menit

 

Masalahnya, ‘kekuasaan' DPR di bidang anggaran sangat luas yakni meliputi formulasi anggaran (ex ante), mengawasi saat pelaksanaan hingga usai pelaksanaan (ex post). Sayang, kewenangan yang begitu besar tidak hanya minim akuntabilitas, tetapi juga kapabilitas SDM-nya, khususnya mereka yang duduk di panitia anggaran.

 

Untuk menutupi kekurangan kapabilitas ini, Anggota DPR Eva K Sundari sebagaimana dilansir situs Koran Tempo tanggal 22 Februari 2008, mengusulkan pembentukan Legislative Budget Office (LBO). Kedudukan LBO sebagai sistem pendukung yang independen dan permanen terdiri dari para ekonom. LBO nantinya akan menyuplai data-data pembanding sebagai bahan penyusunan anggaran. Dengan adanya LBO, kata Eva, maka DPR tidak semata ‘mengorek' angka-angka yang disodorkan pemerintah.

 

Selaku Wakil Ketua Tim Peningkatan Kinerja DPR, Eva mengatakan ide pembentukan LBO telah diakomodir dalam cetak biru yang tengah disusun. Di luar itu, Tim Peningkatan Kinerja juga mencanangkan program capacity building untuk anggota panitia anggaran dan para staf sekretariat jenderal. Menurut Eva, kedua upaya perbaikan kinerja keuangan DPR baik ke dalam oleh BURT maupun ke luar oleh Panitia Anggaran harus dilaksanakan secara simultan.

 

Sementara itu, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyatakan fungsi anggaran yang dimiliki DPR juga merevitalisasi peran pengawasan. Menurut, laporan keuangan pemerintah yang selalu dinyatakan disclaimer perlu ditindaklanjuti. DPR harus menelusuri apa penyebab keuangan pemerintah selalu disclaimer, karena ada penyimpangan atau kesalahan administrasi belaka.

 

Efektivitas penggunaan hak

Fungsi berikutnya, pengawasan adalah fungsi yang kerap menyita perhatian publik. Dalam menjalankan fungsi yang satu ini, DPR dibekali dengan sejumlah hak seperti hak angket, hak interpelasi, hak menyatakan pendapat dan hak mengajukan pertanyaan. Sepanjang 2004-2009, DPR cenderung ‘obral' menggunakan hak-hak pengawasan mereka.

 

Dalam sejarah keparlemenan Indonesia, dewan periode sekarang paling banyak menggunakan haknya, ujar Sebastian Salang. Berdasarkan penelusuran hukumonline, DPR tercatat menggunakan haknya sebanyak 22 kali, 50 persen diantaranya adalah penggunaan hak interpelasi.

 

Sayang, ‘hobi' DPR menggunakan haknya dalam rangka pengawasan terhadap pemerintah, terkesan hanya gagah-gagahan. Misalnya, ketika penggunaan hak angket atas kasus lelang gula ilegal yang diajukan 15 Maret 2005. Ketika itu, usulan penggunaan hak angket telah ditandatangani 16 anggota dewan. Namun, usulan ini kandas karena dalam Rapat Paripurna DPR 31 Mei 2005, mayoritas fraksi menolak.

Tags: