Kejar Target, Perebutan Sektor, dan Formalitas Belaka
Fokus

Kejar Target, Perebutan Sektor, dan Formalitas Belaka

DPR periode 2004-2009 meninggalkan banyak ‘pekerjaan rumah' kepada para suksesor mereka.

Fat
Bacaan 2 Menit

 

Di luar itu, DPR masih menyisakan pekerjaan rumah beberapa RUU penting. Sebut saja, RUU Pengadilan Tipikor. RUU ini menjadi penting tidak hanya karena materi RUU-nya, tetapi juga karena Putusan MK menetapkan tenggat waktu Desember 2009. Sebagian kalangan khawatir tenggat waktu itu terlewat. Akibatnya, eksistensi Pengadilan Tipikor pun terancam tamat yang tentunya menjadi kabar gembira bagi penilep uang negara (koruptor).

 

RUU penting lainnya adalah RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD (RUU Susduk). Tidak seperti RUU bidang politik yang terlebih dahulu disahkan, RUU Susduk tidak terkait langsung dengan penyelenggaraan pemilu. Seperti namanya, RUU ini mengatur tentang susunan dan kedudukan para anggota dewan. Selain itu, RUU ini juga akan mengatur tata hubungan antara MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Khusus untuk DPD, RUU ini menjadi asa terakhir untuk menajamkan taji mereka, setelah upaya melalui amandemen UUD 1945 kandas.

 

Ketua DPR Agung Laksono pernah menyampaikan janji ‘muluk' bahwa dua RUU penting ini pasti akan rampung sebelum anggota DPR di bawah kepemimpinannya habis masa jabatan. Namun, janji itu diragukan akan terpenuhi mengingat kesibukan para anggota dewan dalam perhelatan pemilu 2009 ini. Terbukti, pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang diajukan pemerintah sejak Agustus 2008 baru memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM).

 

Optimalkan pengawasan anggaran

Terkait fungsi anggaran, internal DPR sendiri mengakui bahwa fungsi ini memang belum berjalan secara optimal. Ketua Tim Peningkatan Kinerja DPR Darul Siska berpendapat proses penyusunan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) di DPR sejauh ini belum dapat mensinergikan kepentingan DPR dengan pemerintah. Salah satu penyebabnya, menurut Darul, karena belum diberi kewenangan untuk menyusun APBN tandingan.

 

Selain itu, penyusunan anggaran DPR juga belum sepenuhnya didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Yang terjadi dalam pembahasan justru sarat dengan perebutan sektor. Perebutan sektor masih sering terjadi, ini tergantung siapa yang kuat lobinya di Panggar (panitia anggaran), kecuali pendidikan. Karena setiap daerah bukan diprioritaskan mana yang lebih penting, dan ini yang menyebabkan prioritas pembangunan tidak berjalan dengan baik, kata politisi dari Partai Golkar ini.

 

Di luar persoalan teknis yang dikemukakan Darul, fungsi anggaran DPR belakangan juga mendapat sorotan publik, karena kentalnya praktek korupsi. Beberapa kasus korupsi yang ditangani KPK berkaitan dengan proses penyusunan anggaran di DPR. Misalnya kasus pengadaan tanah pada proyek peningkatan kelembagaan dan sarana BAPETEN. Atau yang teranyar kasus dana stimulus Departemen Perhubungan terkait proyek pembangunan dermaga dengan terdakwa Abdul Hadi Djamal, Anggota DPR dari Fraksi PAN.

 

Mencuatnya sejumlah kasus korupsi dalam proses penyusunan anggaran telah membuktikan bahwa fungsi anggaran yang dimiliki DPR belum memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Rapat-rapat pembahasan anggaran misalnya, kerap dilakukan secara tertutup. Terkadang, rapat juga berlangsung secara informal di luar gedung parlemen.

Tags: