Kejagung Ekspos Hasil Penyelidikan Komnas HAM
Berita

Kejagung Ekspos Hasil Penyelidikan Komnas HAM

Komnas HAM mengaku semua petunjuk Jaksa Agung telah diklarifikasi dalam surat jawaban.

NOV
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung Basrief Arief (tengah) katakan, Komnas HAM harus penuhi sejumlah petunjuk. Foto: Sgp
Jaksa Agung Basrief Arief (tengah) katakan, Komnas HAM harus penuhi sejumlah petunjuk. Foto: Sgp

Setelah Kejagung memberikan petunjuk, Komnas HAM kembali melimpahkan hasil penyelidikan peristiwa tahun 1965-1966 dan penembakan misterius (Petrus) tahun 1982-1985 ke Kejagung. Namun, Komnas HAM masih dianggap tidak memenuhi dan melengkapi berkas penyelidikan sesuai petunjuk jaksa.

Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan, masih ada sejumlah petunjuk yang harus dipenuhi Komnas HAM. Setelah dilakukan penelitian, ternyata Komnas HAM mencoba mengirimkan berkas penyelidikan kembali tanpa memenuhi petunjuk-petunjuk yang diberikan jaksa. Ada persyaratan formal dan material yang belum dipenuhi.

Meski enggan menyebutkan secara detail petunjuk apa yang belum dipenuhi, Basrief menampik tudingan kalau Kejagung menolak hasil penyelidikan Komnas HAM. Menurutnya, sesuai ketentuan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi.

Basrief menegaskan, walau Komnas HAM menganggap hasil penyelidikannya sudah cukup, tapi yang menentukan lengkap tidaknya hasil penyelidikan Komnas HAM adalah Jaksa Agung. UU Pengadilan HAM memberikan wewenang kepada Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan dan selanjutnya membawa ke pengadilan.

Untuk itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Andhi Nirwanto menyatakan pihaknya akan melakukan ekspos terlebih dahulu untuk mengambil kesimpulan. “Petunjuk jaksa banyak, tidak hanya soal pengambilan sumpah. Pelanggaran HAM berat itu ada hukum acaranya secara khusus,” katanya, Rabu (2/1).

Dalam menyidik pelanggaran HAM berat, jaksa menggunakan lex specialis UU Pengadilan HAM. Andhi berpendapat, bisa saja dilakukan penyelesaian di luar pengadilan.

“Itu bagus, yang penting ada dasar hukumnya. Saya tidak dalam posisi menilai lebih mudah rekonsiliasi atau pengadilan HAM. Rekonsiliasi bisa saja kalau ada dasar hukumnya. Dulu kan pernah ada Undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, terus ada keputusan MK. Nah, itu perlu ada payung hukum baru,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait