Penangkapan enam orang di Pos Sei Pancang, Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara menyentak perhatian petinggi intelijen dan militer. Satgas Marinis Ambalat XXVIII TNI AL BKO Guspurla Koramabar II menduga keenam orang yang ditangkap melakukan kegiatan mata-mata.
Tiga orang EW (23), TR (40), dan YY (40) adalah warga negara Indonesia; sedangkan tiga orang lain, LS (40), HK (40), dan BJ (45) adalah warga negara asing. Sangkaan melakukan mata-mata tak lepas dari temuan petugas di telepon genggam mereka yang ditahan. Ada foto-foto bangunan pos penjagaan militer, patok perbatasan, perluasan Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Gambar-gambar itu diduga diambil secara sembunyi-sembunyi.
Seperti diberitakan, Komandan Satuan Gugus Tugas tersebut, Kapten (Mar) Andreas P Manalu, menyebut para pelaku diduga melanggar UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Alasannya, mengambil foto-foto secara illegal. Keenam orang tersebut kemudian diserahkan ke imigrasi. “Pengambilan foto-foto secara illegal ini dapat dijerat dengan UU ITE,” kata Andreas.
Tampaknya, kegiatan mata-mata sangat jarang dibawa ke pengadilan di negara tempat spionase berlangsung. Bisa jadi kasusnya diselesaikan secara diplomatik. Penelusuran ke laman putusan Mahkamah Agung, tidak ada sama sekali perkara yang berkaitan dengan kegiatan mata-mata atau spionase asing.