Kedudukan Aktif Hakim Temukan Bukti dalam Revisi UU Kepailitan Dinilai Kacaukan Sistem
Utama

Kedudukan Aktif Hakim Temukan Bukti dalam Revisi UU Kepailitan Dinilai Kacaukan Sistem

Bahkan Singapura mereformasi konsep pembuktian ketidakmampuan pembayaran hutangnya menjadi konsep persangkaan seperti yang selama ini diterapkan di Indonesia. Jadi tak perlu ikut-ikutan Negara common law lain yang sistem pembuktiannya pun tak cocok dengan Indonesia.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Kalau begitu kan jadi susah karena semuanya kan emang jadi tergantung pada keyakinan hakim, jadi saya setuju aja,” kata James.

 

Soal UU 37/2004 yang tidak menerapkan insolvency test juga dipandang James sebagai suatu hal yang wajar, mengingat pembuatan UU a quo dibuat dalam kondisi krisis moneter, sehingga jika saat itu dipersyaratkan insolvency test akan sulit. Pasalnya banyak perusahaan Indonesia yang laporan keuangannya tak bisa diakses bahkan ada juga yang memiliki laporan keuangan ganda, sehingga sudah lebih tepat menggunakan ‘persangkaan’ ketimbang insolvency test yang akan menambah rumit persoalan kala itu.

 

“Kecuali memang ada kewajiban bahwa laporan keuangan itu harus terbuka dan boleh diakses,” ujar James.

 

Akan tetapi, menurut James, itu juga akan tetap mengandung kelemahan lain karena bisa saja perusahaan besar yang secara keuangannya dari segi insolvency test masih sehat tapi perusahaan tersebut enggan membayar hutang. Artinya perkara ini tidak bisa dibawa ke pengadilan niaga jika pembuktian yang diterapkan adalah insolvency test, sehingga pengadilan niaga pun tak lagi bisa memaksa debitur untuk membayar tagihan.

 

(Baca Juga: Gagasan Insolvency Test Tidak Relevan untuk Revisi UU Kepailitan)

 

Intinya, sambung James, sekalipun kata “harus” diganti menjadi kata “dapat” mengabulkan, tetap saja pemutusan pailit tergantung pada penilaian hakim atas bukti yang disodorkan para pihak. Kalaupun terlihat dalam penilaian advokat itu perkara sederhana akan tetapi hakim berpendapat sebaliknya. Maka jelas advokat tak bisa menyangkal kecuali dalam upaya kasasi.

 

Saat ditanya soal keterbatasan hakim atas akses laporan keuangan dan pemahaman atas laporan keuangan debitur, James menjawab bahwa persyaratan perusahaan bisa diajukan pailit adalah sudah terbukti dalam laporan keuangan perusahaan tersebut insolven. Dan tentu saat mengajukan permohonan pailit laporan keuangan tersebut harus dilampirkan dalam permohonan atau setidaknya pada saat pembuktian. Jadi bisa dilihat posisi aktiva dan pasiva perusahaan apakah masih bisa solven atau tidak.

 

“Kalau hakim tidak paham, bisa dibuat lebih sederhana membaca laporan itu bagaimana, mungkin bagi pihak yang mengajukan bukti juga bisa minta pendapat dari akuntan bahwa perusahaan ini sudah insolven,” terang James.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait