Kecerdasan Buatan dalam Lanskap Hukum Indonesia
Utama

Kecerdasan Buatan dalam Lanskap Hukum Indonesia

Meski belum diatur dalam level UU, Indonesia memiliki sejumlah regulasi yang mengatur AI, seperti SE Menkominfo No. 9/2023 dan Panduan Kode Etik AI yang diluncurkan OJK bersama 4 asosiasi Fintech Indonesia. Namun, hal yang perlu disadari bahwa AI memiliki keunggulan dan kelemahan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

“Di Indonesia, belum lama mendirikan KORIKA. Komite ini (diantaranya) bertugas mengawasi pengembangan kebijakan terkait AI dan berfokus pada beberapa area utama. Seperti penggunaan AI yang etis, perlindungan data, dan promosi AI itu sendiri. Menurut saya, pendekatan Indonesia itu unik,” ungkap Akademisi STIH IBLAM sekaligus Spesialis Litigasi dan Penyelesaian Sengketa, Robby Tejamukti Kusuma, dalam kesempatan yang sama.

Hukumonline.com

Akademisi STIH IBLAM Robby Tejamukti Kusuma.

Ia menyoroti beberapa regulasi Indonesia yang menjadi catatannya termasuk Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No. 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial, dan Panduan Kode Etik Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) yang Bertanggung Jawab dan Terpercaya di Industri Teknologi Finansial yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama empat asosiasi Fintech di Indonesia. 

Dalam praktiknya, ia menuturkan perangkat AI sebenarnya dapat bermanfaat dan dimanfaatkan dalam ragam aksi korporasi. Misalnya, untuk mengidentifikasi risiko hukum, memastikan kepatuhan, dan mengelola audit hukum atau due diligence. AI memiliki keunggulan tersendiri yang tidak dapat diabaikan, seperti efisiensi dan penghematan biaya, akurasi dan konsistensi, hingga integrasi data.

"Kelemahan AI masih ada. Pertama, sistem AI hanya memproses atau menghasilkan data jika data tersebut berkualitas baik, akurat, dan tidak bias. Kedua, privasi data (kerahasiaan data), yang menjadi perhatian besar, bahkan di tingkat internasional seperti Uni Eropa (UE) dan Inggris. Sebab, AI menangani data sensitif seperti laporan keuangan, informasi pribadi, strategi bisnis, dan sebagainya. Terakhir, nilai dan makna kemanusiaan adalah hal yang tidak dapat ditemukan dalam tools AI,” terang Robby.

Hukumonline.com

Ketua Yayasan STIH IBLAM Rahmat Dwi Putranto.

Sebelumnya, Ketua Yayasan STIH IBLAM Rahmat Dwi Putranto dalam sambutannya, mengatakan “Kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik antara hukum dan teknologi AI. Terima kasih atas kerja samanya, semoga kita bisa terus melanjutkan ini di masa mendatang. Semoga diskusinya berjalan lancar dan akan menghasilkan ide-ide yang luar biasa untuk diciptakan di masa mendatang.”

Tags:

Berita Terkait