Perkawinan adalah peristiwa penting kependudukan yang sangat sering menimbulkan persoalan hukum. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana diubah dengan UU No. 24 Tahun 2013, perkawinan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 hari sejak tanggal perkawinan.
Persoalan hukum muncul bukan saja setelah perkawinan berlangsung selama bertahun-tahun, misalnya perselisihan suami-istri. Persoalan juga bisa muncul menjelang atau pada saat perkawinan berlangsung. Penyebabnya bisa beragam, tetapi salah satu yang menarik adalah ‘kawin hamil’, suatu istilah hukum yang dipakai untuk menggambarkan calon istri sudah hamil lebih dahulu sebelum perkawinan dilangsungkan.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengenal istilah ‘kawin hamil’. Meskipun Undang-Undang tidak mengaturnya bukan berarti tidak terjadi di lapangan. Permohonan dispensasi nikah ke pengadilan, misalnya, seringkali dilatarbelakangi karena calon mempelai perempuan sudah lebih dahulu hamil.
Berdasarkan penelusuran Hukumonline, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, misalnya, menerima 100 permohonan dispensasi perkawinan pada 202, naik dari 53 permohonan pada tahun sebelumnya. Data yang dihimpun Komnas Perempuan menunjukkan kenaikan tiga kali lipat permohonan dispensasi nikah tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Pada 2019, permohonan dispensasi nikah mencapai 23.126, naik menjadi 64.211 pada 2020.