Kasus Pesawat Merpati Ditingkatkan ke Penyidikan
Berita

Kasus Pesawat Merpati Ditingkatkan ke Penyidikan

Diduga ada kerugian negara dan perbuatan melawan hukum dalam kasus penyewaan Merpati.

Nov
Bacaan 2 Menit
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Jasman Panjaitan (kiri).<br> Foto: SGP
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Jasman Panjaitan (kiri).<br> Foto: SGP

Kejaksaan Agung akhirnya meningkatkan status penyelidikan kasus penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 ke tahap penyidikan. Ini dilakukan menyusul penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan terhadap kasus penyewaan dua pesawat Boeing itu dan pembelian pesawat MA-60.

 

“Kasus penyewaan Boeing 737-400 dan 737-500 ditingkatkan dari lid (penyelidikan) menjadi dik (penyidikan),” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Jasman Panjaitan, Selasa (12/7).

 

Menurutnya, Tim penyidik pada Jampidsus Kejagung telah menemukan indikasi korupsi dan bukti permulaan cukup untuk meningkatkan kasus penyewaan ini ke penyidikan. Setelah melakukan ekspos serta pengumpulan data dan keterangan, pihaknya menemukan indikasi kerugian negara dalam kasus penyewaan dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 yang dilakukan Merpati.

 

Dalam kasus ini, lanjut Jasman, penyidik juga menemukan pula unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan Direksi Merpati ketika menyewa dua pesawat boeing yang sampai saat ini tidak ada wujudnya.

 

Jasman menjelaskan, pada 2006 Merpati menyewa dua buah pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dari perusahaan broker di Amerika Serikat yang bernama Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG).

 

Dari setiap pesawat yang hendak disewa, Merpati telah mengirimkan security deposit ke TALG sebesar AS$500 ribu. Sehingga untuk dua pesawat itu, Merpati merogoh kocek senilai AS$1 juta pada 18 Desember 2006. Namun, hingga kini dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 itu tidak kunjung ada. Padahal, seharusnya dua pesawat itu dikirimkan ke Indonesia pada 5 Januari 2007 dan 20 Maret 2007.

 

Dengan demikian, Jasman melihat ada indikasi kerugian negara sekitar AS$1 juta atau Rp9 miliar dalam kasus ini. “Kami akan meminta audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” tuturnya. Selain akan meminta audit dari BPK, penyidik juga akan mendalami indikasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan Merpati.

 

Penyewaan itu dilakukan tanpa izin dari Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” kata Jasman. Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung ini melanjutkan, Merpati juga tidak menggunakan jasa asuransi atau meminta jaminan ketika akan membayarkan uang sebesar AS$1 juta.

 

Kemudian, yang menjadi sangat janggal adalah mengapa pula uang itu dibayarkan ke rekening Biro Hukum TALG (atas nama Hume & Associate), bukannya ke Biro Pemasaran? Lalu, apakah penyewaan itu masuk ke dalam Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP)? Dan apakah RKAP ini disetujui oleh Dewan Komisaris ketika itu?

 

Hal-hal inilah yang nanti akan didalami penyidik. Jasman mengatakan dengan penyidikan yang dilakukan pihaknya, tentu akan dicari tahu siapa saja pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini.

 

Jasman hanya menjawab pihaknya belum menentukan tersangka. Namun begitu, jajaran direksi lama, termasuk mantan Direktur Utama (Dirut) Merpati Hotasi Nababan dan mantan Plt Dirut Cucuk Soeryo Soepardjo telah dimintai keterangannya. Dan mereka beralasan penyewaan itu boleh dilakukan meski tanpa izin dari Meneg BUMN.

 

Selain itu, dua pesawat boeing yang hingga kini tak kunjung sampai ke Indonesia adalah  karena wanprestasi yang dilakukan TALG. Merpati juga telah memenangkan gugatan terhadap TALG di pengadilan Amerika, sehingga TALG diperintahkan untuk mengganti kerugian yang dialami Merpati. Tapi, kemenangan Merpati tersebut tidak membuat penyidik berhenti.

 

“Walau gugatan Merpati dimenangkan, kami tidak melihat itu. Yang pasti ada kerugian negara dan perbuatan melawan hukum. Sehingga, dari penyelidikan kami tingkatkan ke penyidikan,” tukas Jasman.

 

Humas Merpati Imam Turidi menyerahkan seluruh penanganan kasus Merpati ke Kejagung. Menurutnya, masalah penyewaan Boeing 737-400 dan 737-500 itu sudah diupayakan secara hukum di Amerika Serikat, baik secara perdata maupun pidana. Namun, meski gugatan Merpati dimenangkan, sampai sekarang tidak ada upaya penyelesaian dari pihak TALG.

 

Maka dari itu, apabila Kejagung menganggap ada indikasi korupsi dalam kasus ini, Imam menyerahkan sepenuhnya kepada proses dan mekanisme hukum yang ada. “Yang menentukan itu tindakan kriminal atau bukan kan bukan Merpati sendiri. Merpati menyerahkan persoalan ini kepada proses hukum,” katanya dalam sambungan telepon.

 

Imam melanjutkan, pihaknya juga tidak perlu melakukan evaluasi ataupun klarifikasi kepada direksi lama Merpati. “Apa yang perlu diklarifikasi? Sesuatu sudah terjadi. Kami sekarang meneruskan upaya pengembaliannya saja,” pungkasnya.

 

Tags: