Kejaksaan Selidiki Dugaan Korupsi Pembelian Merpati
Berita

Kejaksaan Selidiki Dugaan Korupsi Pembelian Merpati

Presiden Direktur Merpati siap bertanggung jawab atas pembelian 15 unit pesawat MA-60.

Nov
Bacaan 2 Menit
Jampidsus Kejaksaan Agung, Andhi Nirwanto.<br> Foto: Sgp
Jampidsus Kejaksaan Agung, Andhi Nirwanto.<br> Foto: Sgp

Insiden jatuhnya pesawat Merpati di Kaimana, Papua Barat 7 Mei 2011 lalu, menyisakan tanda tanya mengenai proses pembelian 15 unit pesawat MA-60 yang dilakukan PT Merpati Nusantara Airlines. Pasalnya, 15 unit pesawat buatan Xian Aircraft International Industry itu ternyata tidak bersertifikasi Federation Aviation Administration (FAA).

 

DPR sudah memanggil manajemen Merpati untuk menjelaskan proses pembelian 15 unit pesawat MA-60. Namun, pihak manajemen Merpati beralasan pembelian pesawat itu merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Cina. Oleh karenanya, muncul dugaan korupsi dan mark up atas pembelian itu.

 

Terkait hal ini, Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Andhi Nirwanto menyatakan pihaknya mulai proaktif menyelidiki dugaan korupsi dan mark up itu. Mantan Sekretaris Jampidsus ini menyatakan pihaknya mulai mengumpulkan sejumlah bukti dan memanggil pihak-pihak terkait.

 

Salah satu pihak yang dipanggil, Rabu (25/5), adalah Presiden Direktur PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Jhony. Menurut Andhi, Sardjono dimintai keterangannya dalam rangka penyelidikan. “Jadi, kami sifatnya baru mengumpulkan bahan keterangan maupun data.”

 

Lantaran masih dalam penyelidikan, Andhi menyatakan pihaknya belum dapat menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Ada atau tidaknya indikasi korupsi, tergantung pada hasil pengumpulan data dan keterangan yang didapat oleh tim penyelidik.

 

Selain itu, Andhi mengatakan timnya akan bekerja sama dengan KPK yang sama-sama sedang menyelidiki kasus ini. Ketika ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, tim juga akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

 

Ketika ditanya apakah akan memeriksa pula Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, dan Adi Harsono (suami Mari) yang disebut-sebut sebagai broker dalam pembelian 15 unit pesawat itu, Andhi hanya menjawab, “Belum sampai ke sana. Nanti kita lihat.”

 

Usai dimintai keterangan, Sardjono mengatakan dirinya ditanyai seputar pembelian 15 unit pesawat MA-60 dan diminta menyerahkan sejumlah dokumen terkait kewenangan dan hasil rapat PT Merpati Nusantara Airlines. Sardjono membantah tudingan korupsi dan mark up dalam pengadaan 15 unit pesawat MA-60.

 

“Itu kan to the best of our knowledge. Itu harganya wajar. Kalau ada (mark up) pasti nggak dibeli,” ujarnya.

 

Sardjono juga menjelaskan dirinya baru dilantik menjadi Presiden Direktur Merpati pada 27 Mei 2010. Sehingga, pada saat dirinya baru bergabung dalam manajemen Merpati, semua tahapan prosedur dalam pengadaan 15 unit pesawat MA-60 sudah final. Mulai dari izin prinsip pengadaan pesawat, kontrak pembelian pesawat, type certification, proses financing, dan business plan untuk mengoperasikan MA-60, semuanya sudah ada dan sudah berjalan. “Jadi, kami tinggal melihat kelaikan pesawatnya, lalu kemudian kami jalankan dan operasikan,” tuturnya.

 

Selain itu, Sardjono membantah adanya tekanan mantan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa dan Meneg BUMN dalam pembelian itu. Ia menyatakan siap bertanggung jawab jika ada dugaan korupsi dalam kasus ini.

 

Sardjono melanjutkan dirinya juga ditanyai seputar penolakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam rencana pembelian 15 unit pesawat MA-60. Sebagaimana diketahui, Jusuf Kalla menolak rencana pembelian itu, karena jenis pesawat MA-60 buatan Cina tersebut tidak bersertifikat FAA. “Namun, dalam dokumen kami belum ada Pak Jusuf Kalla menolak. Itu nggak ada. Saya kan tidak berkomunikasi langsung dengan Pak Kalla,” tukasnya.

 

Seperti diketahui, pembelian 15 unit pesawat MA-60 itu berawal dari penjajakan yang dilakukan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dengan Pemerintah Cina. Dalam Joint Commission Meeting Indonesia-Cina pada 29 Agustus 2005 di Beijing, Pemerintah Cina bersedia menyuntikkan conssesional loan untuk pembelian 15 pesawat MA-60.

 

Dalam pelaksanaan kerjasama itu, melibatkan pula dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Negara BUMN ketika itu, Hatta Rajasa dan Sofyan Djalil. Namun, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat menyatakan penolakannya atas rencana pembelian pesawat MA-60 itu. Hal ini dikarenakan pesawat buatan Cina itu belum bersertifikasi FAA dan rekam jejaknya belum pernah teruji.

 

Tapi, entah mengapa pembelian 15 unit pesawat itu tetap direalisasikan. Selain itu, entah mengapa pula pengucuran dana untuk pembelian 15 unit pesawat MA-60 membengkak. Dari harga per unit yang dibandrol AS$11,2 juta (sekitar Rp168,1 juta), tiba-tiba menggelembung menjadi AS$232 juta. Hal inilah yang menjadi pertanyaan Komisi XI DPR pada saat memanggil manajemen PT Merpati Nusantara Airlines beberapa waktu lalu.

Tags: