Tabligh/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam dan tidak untuk ke luar, kecuali hari besar Islam memang menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke luar. |
Sayangnya, instruksi ini hanya memberikan pedoman dasar penggunaan pengeras suara masjid, akan tetapi tidak memuat sanksi di dalamnya.
Sekadar catatan, kasus Meiliana bukanlah kasus yang baru. Sebelumnya, dalam artikel Gugat Pengeras Suara Masjid, Sayed Hasan Nyaris diamuk Massa di laman merdeka.com diberitakan bahwa Sayed Hasan mempermasalahkan pengeras suara di sebuah masjid dan menggugat Kepala Kantor Kementerian Agama Banda Aceh (tergugat I), Ketua MPU Aceh (tergugat II), Ketua MPU Banda Aceh (tergugat III), Kadis Syariat Islam (tergugat IV), Kepala Desa Gampong Jawa (tergugat V), Imam Masjid (tergugat VI) dan Ketua Pengurus masjid (tergugat VII). Sayed Hasan menggugat 10 toa masjid yang menyajikan ceramah atau bacaan Alquran 30 menit sebelum azan maghrib dan subuh.
Lebih lanjut diberitakan pula bahwa Sayed Hasan menyatakan akan mencabut gugatannya di Pengadilan Negeri Banda Aceh yang dibuktikan dengan surat pernyataan di atas materai. Dalam artikel Tuntutan Sayed Soal Pengeras Suara Masjid Terpenuhi dari laman indonesiarayanews.com diberitakan bahwa Sayed Hasan mencabut gugatannya tersebut setelah mendapat protes keras dari masyarakat. Namun setelah gugatan dicabut, volume pengeras suara masjid tersebut kabarnya diturunkan.
Vonis terhadap Meliana sempat mengundang kritik. Salah satunya datang dari Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Robikin Emhas. Menurutnya, seseorang yang mengatakan suara adzan terlalu keras tidak dapat disebut telah menista agama. "Saya tidak melihat ungkapan suara adzan terlalu keras sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu," kata Robikin sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (21/8).
Sebagai muslim, lanjut Robikin, pendapat seperti itu sewajarnya ditempatkan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural. Menurut dia, lahirnya pasal penodaan agama antara lain untuk menjaga harmoni sosial yang disebabkan karena perbedaan golongan atau perbedaan agama/keyakinan yang dianut.
"Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat," kata Robikin yang juga advokat konstitusi itu.