Kasus IFC, Antara Kreditur dan Pemegang Saham
Berita

Kasus IFC, Antara Kreditur dan Pemegang Saham

Jakarta, hukumonline. Apa untung ruginya jadi kreditur dan pemegang saham debitur sekaligus? Jelas ada benturan dan pertentangan. Nah, kalau debitur dilikuidasi, kreditur tadi tentu harus menanggung resikonya juga.

Leo/APr
Bacaan 2 Menit

Ada beberapa poin krusial, menyangkut permohonan pailit yang diajukan oleh pemegang sahamnya sendiri. Yang paling penting adalah menyangkut pembagian harta pailit seandainya nanti dinyatakan pailit. Hal ini untuk menentukan apakah kedudukan IFC sebagai kreditur konkuren atau sebagai pemegang saham.

Sebagai kreditur konkuren, IFC akan memperoleh pembayaran utang setelah dikeluarkan biaya-biaya kepailitan dan tagihan hutang yang harus didahulukan. Kepada kreditur konkuren, harta pailit dibagi secara pro-rata sesuai dengan perimbangan utang mereka masing-masing sebagaimana diatur pasal 1132 KUH Perdata.

Sebaliknya sebagai pemegang saham, menurut ketentuan pasal 119 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), baru memperoleh bagian (pembayaran) apabila setelah kepailitan perusahaan dibubarkan dan dilikuidasi. Itupun dengan catatan apabila masih ada sisa kekayaan hasil likuidasi. Kalau sudah tidak ada sisanya, pemegang saham tidak mendapat apa-apa.

Dualisme kreditur dan pemegang saham

Untuk meluruskan permasalahan dualisme kreditur dan pemegang saham di atas, Munir Fuady SH, MH, LLM, berkomentar bahwa harus dilihat dalam kapasitas apa IFC bertindak. Sebelum berkomentar lebih jauh, dirinya menegaskan bahwa  tidak punya kepentingan apa-apa dalam kasus ini dan berusaha seobyektif mungkin dalam memberikan komentar.

Menurut Munir, kalau suatu perusahaan bertindak sebagai kreditur, maka dia berhak untuk untuk mengajukan permohonan pailit. "Kalau dia bertindak sebagai pemegang saham, dia nggak berhak. Tetapi jangan dicampuradukan antara posisi kreditur dan pemegang saham," jelas Munir yang dikenal sebagai pengacara kepailitan dan kurator.

Munir menambahkan, sangat gampang untuk melihat persoalan tersebut secara jernih. Pasalnya, sudah jelas IFC mengajukan permohonan pailit dalam kapasitasnya sebagai kreditur. "Sebagai kreditur, tentu dia (IFC, Red) berhak mengajukan pailit debiturnya. Masalah dia juga sebagai pemegang saham, itu masalah lain lagi," tegas Munir yang sering menulis buku-buku tentang hukum bisnis.

Menanggapi permasalahan pembagian harta pailit seandainya debitur  dinyatakan pailit, Munir juga melihatnya bukan sebagai masalah. "Dengan dipisahkannya kapasitas sebagai kreditur dan pemegang saham, maka dia nantinya akan punya dua hak seandainya debitur dinyatakan pailit," jelas Munir.

Hak yang pertama diperoleh dalam kedudukan sebagai kreditur. Bagiannya sama dengan kedudukan kreditur yang lain. Selanjutnya, kalau debitur dilikuidasi dan hasil likuidasinya ada sisa, IFC dapat bagian lagi yang porsinya sama dengan pemegang saham lainnya. "Sebagai kreditur IFC dapatnya pembayaran utang, sedangkan sebagai pemegang saham dapatnya hasil pemberesan, jadi jelas beda kan," tegas Munir.

Tags: