Kasus IFC, Antara Kreditur dan Pemegang Saham
Berita

Kasus IFC, Antara Kreditur dan Pemegang Saham

Jakarta, hukumonline. Apa untung ruginya jadi kreditur dan pemegang saham debitur sekaligus? Jelas ada benturan dan pertentangan. Nah, kalau debitur dilikuidasi, kreditur tadi tentu harus menanggung resikonya juga.

Leo/APr
Bacaan 2 Menit
Kasus IFC, Antara Kreditur dan Pemegang Saham
Hukumonline

Dalam pemeriksaan perkara kepailitan antara International Finance Corporation (IFC) dengan PT Panca Overseas Finance, Tbk (POF) yang berlangsung pada 26 September 2000, terungkap bahwa kedudukan IFC bukan hanya sebagai kreditur PFO, melainkan juga berkedudukan sebagai pemegang saham PFO.

Dalam eksepsi sekaligus jawaban POF atas permohonan pailit yang diajukan IFC, disebutkan bahwa berdasarkan laporan keuangan POF selaku Termohon per 31 Desember 1999 yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik Trisno, Thomas Aguna dan Rekan dinyatakan bahwa Pemohon (IFC) adalah salah satu pemegang saham Termohon (POF), sebesar 6,06%.

Menurut Lucas, SH CN selaku kuasa hukum POF dalam pembacaan eksepsi dan jawaban di muka persidangan, dalam hal seorang pemegang saham memberikan kredit kepada perseroan tempat dia mempunyai saham (terafiliasi),  kredit tersebut akan tersubordinasikan menjadi shareholder's loan atau affiliated loan. Hal ini hanya dapat dibayarkan setelah semua hutang kepada kreditur lainnya telah lunas.

Namun, terdapat permasalahan hukum dalam kasus ini. Apakah pemegang saham mempunyai kapasitas (entitled) untuk mengajukan permohonan pailit dan apa saja konsekuensinya?

Benturan dan pertentangan

Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan (UUK), yang berhak mengajukan permohonan pailit hanyalah kreditur konkuren, kreditur yang tidak memiliki jaminan hutang kebendaan, seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia. Kreditur separatis, kreditur yang memegang jaminan hutang, tidak berhak untuk untuk mengajukan permohonan pailit.

Pertimbangannya adalah kreditur separatis dapat menjual sendiri jaminan kebendaan yang dipegangnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 56 UUK yang menyatakan bahwa kreditur pemegang jaminan kebendaan dapat mengeksekusi haknya, termasuk menjual sendiri jaminan yang dipegangnya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.

Terdapat semacam benturan dan pertentangan apabila pemegang saham yang notabene juga sebagai pemilik perusahaan mengajukan permohonan pailit terhadap perusahaannya.

Ada beberapa poin krusial, menyangkut permohonan pailit yang diajukan oleh pemegang sahamnya sendiri. Yang paling penting adalah menyangkut pembagian harta pailit seandainya nanti dinyatakan pailit. Hal ini untuk menentukan apakah kedudukan IFC sebagai kreditur konkuren atau sebagai pemegang saham.

Sebagai kreditur konkuren, IFC akan memperoleh pembayaran utang setelah dikeluarkan biaya-biaya kepailitan dan tagihan hutang yang harus didahulukan. Kepada kreditur konkuren, harta pailit dibagi secara pro-rata sesuai dengan perimbangan utang mereka masing-masing sebagaimana diatur pasal 1132 KUH Perdata.

Sebaliknya sebagai pemegang saham, menurut ketentuan pasal 119 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), baru memperoleh bagian (pembayaran) apabila setelah kepailitan perusahaan dibubarkan dan dilikuidasi. Itupun dengan catatan apabila masih ada sisa kekayaan hasil likuidasi. Kalau sudah tidak ada sisanya, pemegang saham tidak mendapat apa-apa.

Dualisme kreditur dan pemegang saham

Untuk meluruskan permasalahan dualisme kreditur dan pemegang saham di atas, Munir Fuady SH, MH, LLM, berkomentar bahwa harus dilihat dalam kapasitas apa IFC bertindak. Sebelum berkomentar lebih jauh, dirinya menegaskan bahwa  tidak punya kepentingan apa-apa dalam kasus ini dan berusaha seobyektif mungkin dalam memberikan komentar.

Menurut Munir, kalau suatu perusahaan bertindak sebagai kreditur, maka dia berhak untuk untuk mengajukan permohonan pailit. "Kalau dia bertindak sebagai pemegang saham, dia nggak berhak. Tetapi jangan dicampuradukan antara posisi kreditur dan pemegang saham," jelas Munir yang dikenal sebagai pengacara kepailitan dan kurator.

Munir menambahkan, sangat gampang untuk melihat persoalan tersebut secara jernih. Pasalnya, sudah jelas IFC mengajukan permohonan pailit dalam kapasitasnya sebagai kreditur. "Sebagai kreditur, tentu dia (IFC, Red) berhak mengajukan pailit debiturnya. Masalah dia juga sebagai pemegang saham, itu masalah lain lagi," tegas Munir yang sering menulis buku-buku tentang hukum bisnis.

Menanggapi permasalahan pembagian harta pailit seandainya debitur  dinyatakan pailit, Munir juga melihatnya bukan sebagai masalah. "Dengan dipisahkannya kapasitas sebagai kreditur dan pemegang saham, maka dia nantinya akan punya dua hak seandainya debitur dinyatakan pailit," jelas Munir.

Hak yang pertama diperoleh dalam kedudukan sebagai kreditur. Bagiannya sama dengan kedudukan kreditur yang lain. Selanjutnya, kalau debitur dilikuidasi dan hasil likuidasinya ada sisa, IFC dapat bagian lagi yang porsinya sama dengan pemegang saham lainnya. "Sebagai kreditur IFC dapatnya pembayaran utang, sedangkan sebagai pemegang saham dapatnya hasil pemberesan, jadi jelas beda kan," tegas Munir.

Tags: