Karaha Bodas Ajukan Kasasi terhadap Putusan Pembatalan Arbitrase Jenewa
Berita

Karaha Bodas Ajukan Kasasi terhadap Putusan Pembatalan Arbitrase Jenewa

Sebagai bentuk perlawanan terhadap putusan PN Jakpus, pihak Karaha Bodas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Salah satu butir memori kasasinya mengatakan bahwa Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai tidak bisa membedakan antara pembatalan dan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.

Leo/APr
Bacaan 2 Menit
Karaha Bodas Ajukan Kasasi terhadap Putusan Pembatalan Arbitrase Jenewa
Hukumonline

Dalam keterangannya kepada hukumonline, Rambun Tjajo selaku kuasa hukum Karaha Bodas Company LLC (KBC) mengungkapkan bahwa pihak KBC telah mengajukan memori kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Memori tersebut telah didaftarkan di kepaniteraan PN Jakpus pada Senin (23/9).

"Intinya, kami ingin membuktikan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah lalai, bertindak melampaui kewenangannya dan salah menerapkan hukum," ungkap Rambun. Secara prosedural misalnya, pihak Karaha Bodas menilai bahwa gugatan Pertamina untuk meminta pembatalan putusan arbitrase Jenewa telah salah sejak awal.

Rambun beralasan bahwa Pertamina mengajukan format gugatan ke PN Jakpus. Padahal berdasarkan Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase (UU Arbitrase), format yang diajukan adalah permohonan, bukan gugatan. Lagi pula, untuk putusan arbitrase internasional harus didaftarkan terlebih dahulu oleh arbiter atau kuasanya.

Pertamina dinilai bukanlah pihak yang memiliki kapasitas untuk mendaftarkan putusan arbitrase Jenewa, mengingat mereka bukanlah arbiter atau kuasanya. Dan dalam proses persidangan, pihak KBC mengungkapkan bahwa bukti putusan arbitrase tersebut telah didaftarkan sama sekali tidak diajukan ke persidangan.

Konvensi New York 

Rambun juga menyoroti putusan PN Jakpus tanggal 27 Agustus 2002 lalu yang dalam pertimbangan hukumnya mencampuradukkan antara pembatalan dengan penolakkan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Padahal, pembatalan putusan arbitrase dan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase membawa konsekuensi dan upaya hukum yang berbeda.

"Majelis seolah-oleh menganggap bahwa pembatalan dan penolakan putusan arbitrase internasional merupakan tindakan yang sama," tuturnya. Ia juga merasa aneh ketika salah satu dasar hukum yang dipakai untuk membatalkan putusan arbitrase Jenewa adalah Konvensi New York Tahun 1958 yang telah diratifikasi melalui Keppres No.34/1981.

Sepengetahuannya, Konvensi New York sama sekali tidak mengatur masalah pembatalan, melainkan hanya mengatur mengenai penolakkan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Alasan untuk membatalkan putusan abitrase, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 70 UU Arbitrase, hanya ada 3. Di luar itu, dirinya berpendapat tidak dapat diajukan permohonan pembatalan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: