Kalangan Parlemen Minta Syarat Perjalanan Udara Wajib PCR Dikaji Ulang
Terbaru

Kalangan Parlemen Minta Syarat Perjalanan Udara Wajib PCR Dikaji Ulang

Selain memberatkan masyarakat, keberadaan aplikasi Pedulilindungi semestinya bisa menggantikan PCR. Atau bila tetap ingin diberlakukan, tarif PCR ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Menurutnya, rendahnya realisasi vaksinasi menjadikan PCR menjadi alat menekan penyebaran Covid-19. Tetapi, pemerintah harus bijak dan tidak menambah beban masyarakat. "Saya sepakat jika masih rendahnya persentase realisasi vaksinasi, wajib PCR menjadi salah satu kunci menekan kenaikan angka Covid-19 di Tanah Air. Tetapi yang utama adalah pemerintah harus punya solusi yang bijaksana dan bukan justru menambah derita rakyat."

Karena itu, jika pemerintah tidak mampu menanggung biaya PCR, maka setidaknya pemerintah bisa menurunkan kembali standar biaya PCR karena nominal Rp 450.000-Rp 550.000 masih tinggi. “Tentu harga PCR ini harus bisa diturunkan ke harga yang terjangkau oleh seluruh pengguna transportasi udara,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Sementara itu Anggota Tim Advokasi Supremasi Hukum (TASH), Johan Imanuel berpandangan PCR semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah. Merujuk Pasal 82 ayat (1) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan, “Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.”

Sementara PCR merupakan bagian pelayanan kesehatan akibat pandemi Covid-19 sebagai kondisi darurat kesehatan. Status Indonesia masih situasi pandemi Covid-19 sebagai kategori bencana non alam sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No.12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencanan Non Alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.

“Seyogyanya pemerintah kali ini tanggung dong 100 persen pelayanan PCR untuk masyarakat. Toh ini kan masih dalam situasi bencana non alam,” kata dia mengingatkan.

Anggota TASH lain, Richan Simanjuntak menerangkan bila polemik tarif PCR tidak kunjung diselesaikan, pihaknya bakal menggugat SE Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ke Mahkamah Agung. 

Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi polemik akibat terjadinya perbedaan harga yang berujung ketidakpastian hukum. Oleh karenanya, patut ditinjau kembali atau ditanggung seluruhnya oleh pemerintah demi kepentingan umum. Pihaknya paham kalau SE bukan masuk kategori peraturan perundang-undangan, tapi faktanya SE tersebut mengikat dan berlaku umum bagi masyarakat, sehingga mau tidak mau.

“Jadi, menurut kami uji materiil terhadap SE tersebut adalah jalan keluarnya. Harapannya PCR ditanggung 100 persen oleh pemerintah.”

Tags:

Berita Terkait