KADIN Minta Pasal Pidana RUU Perdagangan Dihapus
Berita

KADIN Minta Pasal Pidana RUU Perdagangan Dihapus

Sanksi pidana diperlukan karena perdagangan menyangkut hajat hidup orang banyak.

FNH
Bacaan 2 Menit
KADIN Minta Pasal Pidana RUU Perdagangan Dihapus
Hukumonline

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) cenderung menolak pasal-pasal ancaman pidana dalam RUU Perdagangan. KADIN lebih menginginkan agar sanksi administratif didahulukan ketimbang pidana.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR, Selasa (26/3) kemarin, KADIN menyoroti berbagai hal dalam RUU Perdagangan. Salah satunya, pasal 65-73 yang memuat ancaman pidana.

Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri KADIN, Franky Sibarani, mengatakan penentuan jumlah denda dan lamanya pidana penjara tidak dilandasi pertimbangan yang jelas. Ancaman pidana penjara dan denda dalam RUU Perdagangan sangat krusial dan mengancam pengusaha. "Ini pasal krusial dan diharapkan pasal ini ditiadakan dan cukup dengan sanksi administratif saja," kata Franky saat saat RDPU.

Lebih lanjut Franky menilai, mengingat ancaman hukuman pidana di atas empat tahun, yang secara hukum acara pidana dapat dilakukan penahanan selama dalam proses penyidikan, maka perlu diatur pada bagian Penjelasan bahwa ancaman sanksi pidana tidak dilaksanakan serta merta. Penerapan sanksi pidana, sambungnya, harus melalui mekanisme pemberian teguran, pembinaan, pencabutan izin dan pengenaan denda terlebih dahulu. Franky berpendapat, sanksi pidana baru bisa dijatuhkan jika pelaku usaha tidak mematuhi mekanisme awal yakni sanksi administratif.

Pasal-pasal pidana  dalam RUU Perdagangan merumuskan antara lain ancaman kepada pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan larangan memperdagangkan barang dan atau jasa yang ditetapkan sebagai barang atau jasa yang dilarang untuk diperdagangkan dan pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan tanpa izin perdagangan. Selain itu, sanksi pidana juga diberikan pada pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok melebihi jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas arus barang.

Pelaku usaha yang memanipulasi data persediaan barang juga ikut diancam. Demikian pula produsen atau importir yang memperdagangkan barang terkait dengam keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup yang tidak didaftarkan.

RUU Perdagangan juga mengatur pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika kebijakan ini diterapkan, maka pelaku usaha yang memperdagangkan barang yang tak memenuhi SNI dan persyaratan teknis bisa terancam pidana. Sedangkan untuk eksportir dan importir akan dikenai sanksi pidana jika setiap eksportir dan importir yang mengekspor atau mengimpor barang yang ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk ekspor atau impor dan importir yang mengimpor barang tidak dalam keadaan baru.

Tags:

Berita Terkait