Kabar Penetapan Tersangka Komisioner KY Menuai Kritik
Berita

Kabar Penetapan Tersangka Komisioner KY Menuai Kritik

Penetapan tersangka dua komisioner KY yang dilakukan pasca keputusan kode etik KY terhadap hakim Sarpin dinilai sebagai bentuk kriminalisasi.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua KY Suparman Marzuki. Foto: SGP
Ketua KY Suparman Marzuki. Foto: SGP

Kabar penetapan tersangka dua Komisioner Komisi Yudisial (KY) yakni Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri memperoleh tanggapan miring dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Pasalnya, keputusan Mabes Polri menetapkan keduanya atas dugaan pencemaran nama baik atas laporan Hakim Sarpin Rizaldi ini dianggap berlebihan dan bentuk kriminalisasi.

“Kita sangat menyesalkan tindakan kepolisian yang dengan mudahnya menetapkan dua Komisioner KY menjadi tersangka atas laporan Hakim Sarpin,” ujar Ketua Umum  Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Victor Santoso Tandiasa saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (11/7).  

Menurut dia, sebuah putusan pengadilan bukanlah milik hakim karena ketika hakim memutus perkara dalam persidangan, putusan tersebut sudah menjadi konsumsi publik.  Sehingga, putusan tersebut dapat dikomentari, dieksaminasi, atau dijadikan bahan penelitian karya tulis, dan kepentingan lainnya.

“Apa yang dilakukan dua komisioner KY hal yang lazim/normal ketika Komisioner KY memberikan tanggapan sebagai informan kepada media massa yang menanyakan putusan Hakim Sarpin yang dianggap sebagian kalangan sebagai putusan kontroversi. Konstitusi,  Pasal 28F UUD 1945 menjamin hal ini,” kata Victor.

Diakuinya, dalam hukum dikenal asas res judicata pro pretate habetur (putusan hakim harus dianggap benar). Namun, bukan berarti sebuah putusan pengadilan tidak boleh dikomentari/ditanggapi publik. Sebab, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menjamin kebebasan berpendapat bagi semua warga negara tanpa terkecuali. “Ingat mengomentari/menanggapi putusan pengadilan bukan berarti tidak mematuhi putusan,” kata dia.

“Kita bisa melihat di media sosial ada berapa juta komentar baik yang mendukung hakim Sarpin maupun mengkritik, bahkan yang mencaci-maki juga banyak.”

Dia mensinyalir kasus ini sudah dijadikan alat memuaskan nafsu kekuasaan/kepentingan politik atas nama penegakan hukum. Hal ini sudah melanggar cita-cita negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. “Jika mengomentari putusan pengadilan sama dengan menghina/mencemarkan nama baik hakim yang memutus, ini sangat berbahaya dan mengancam nilai demokrasi di Indonesia,” dalihnya.

Tags:

Berita Terkait