Jurus Baru ‘Merayu’ Investor Biayai Proyek-Proyek Infrastruktur
Berita

Jurus Baru ‘Merayu’ Investor Biayai Proyek-Proyek Infrastruktur

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong keterlibatan perusahaan penjaminan dan asuransi dalam menyediakan produk penjaminan untuk proyek infrastruktur guna memberikan kepastian terhadap pembayaran selama proses pembangunan, masa pemeliharaan, dan penggunaan proyek, kepada kontraktor maupun investor.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

OJK sangat berharap, kata Wimboh, kontribusi lembaga pembiayaan baik perusahaan pembiayaan infrastruktur maupun perusahaan pembiayaan akan mengalami peningkatan di tahun 2018. Data OJK per November 2017 lalu menunjukkan, lembaga pembiayaan telah berhasil menyalurkan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 56,3 triliun, antara lain dalam proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik senilai Rp31,8 triliun, pembangunan jalan tol senilai Rp12,7 triliun, serta pembangunan proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) dan pengembangan Palapa Ring senilai Rp11,8 triliun.

 

Selain IKNB, kata Wimboh, OJK melihat peran pasar modal ke depan juga tak kalah penting. Pengembangan instrumen-instrumen investasi jangka panjang, ketersediaan likuiditas yang cukup, serta ketersediaan infrastruktur penunjang di pasar modal merupakan beberapa area prioritas yang akan didorong untuk dapat direalisasikan tahun ini. Terkait dengan instrumen pembiayaan, OJK akan memperluas dan meningkatkan pemanfaatan instrumen pembiayaan yang bervariasi, antara lain perpetual bonds, green bonds, dan obligasi daerah.

 

“Kami juga akan mendorong penerbitan obligasi daerah yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur di wilayahnya masing-masing. Dengan kesiapan beberapa Pemda menerbitkan obligasi daerah, kami berharap akan ada obligasi daerah yang terbit pertama kali di tahun 2018 ini,” kata Wimboh.

 

Sebelumnya, Pemerintah mendorong keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur melalui skema Pembiayaan Investasi non-anggaran Pemerintah (PINA). Pembangunan ruas tol, pembangkit dan transmisi listrik, hingga bandara dilakukan melalui skema PINA. Per akhir Desember 2017 lalu, 34 proyek Pipeline PINA dengan nilai mencapai Rp 348,2 triliun siap direalisasikan dengan skema ini.

 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pendanaan menjadi tantangan dalam membangun proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah sendiri berusaha ‘menggaet’ investor dengan menawarkan proyek infrastruktur yang memiliki tingkat return dan risiko yang relatif terkendali agar semakin menarik minat kalangan swasta untuk mendanai proyek-proyek pemerintah.

 

“Investor bisa perusahaan yang fokus pada infrastruktur, bisa pengelola dana jangka panjang, baik dana pensiun, asuransi. Itu adalah target investor yang kita bidik disamping kita mendorong perusahaan domestik jadi investor,” kata Bambang seperti diwartakan Hukumonline beberapa waktu lalu.

 

Adapun ke-34 proyek yang akan dijalankan dengan skema PINA terdiri dari 19 proyek jalan tol bernilai Rp 148,6 triliun. Lalu empat proyek penerbangan bernilai Rp 58,5 triliun; 10 proyek pembangkit; transmisi listrik bernilai Rp 127,6 triliun; dan 1 proyek pariwisata di Labuan Bajo bernilai Rp13,5 triliun. Melalui skema PINA, pemerintah berharap pembangunan infrastruktur tidak bergantung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga beban APBN tidak terlalu berat dan proses pembangunan infrastruktur bisa berjalan lebih cepat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait