Jika Langgar Protokol Kesehatan, Calon Kepala Daerah Bisa Dijerat Pidana
Berita

Jika Langgar Protokol Kesehatan, Calon Kepala Daerah Bisa Dijerat Pidana

Karena itu, semua pasangan calon kepala daerah dan tim pendukungnya harus mentaati protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19 dalam setiap tahapan pilkada.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES

Pandemi Covid-19 belum berakhir, data Satgas Penanganan Covid-19 per 9 September 2020 mencatat jumlah kasus positif di Indonesia mencapai 203.342, sembuh 145.200, dan meninggal 8.336. Namun, pemerintah tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak pada 9 Desember 2020.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengatakan tahapan pilkada lanjutan ini merupakan keputusan politik yang sudah dibahas bersama DPR, KPU, Bawaslu, dan DKPP serta otoritas kesehatan. “Kemudian Presiden sudah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang tahapan lanjutan ini dan sudah disahkan oleh DPR menjadi UU No. 6 Tahun 2020,” ujar Tito sebagaimana dilansir setkab.go.id. (Baca Juga: Diingatkan! Potensi Klaster Baru Covid-19 dalam Pendaftaran Pilkada)

Tito menekankan sedikitnya ada 2 aspek yang perlu diantisipasi dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan 9 Desember 2020. Pertama, potensi aksi kekerasan, anarkis, intimidasi, dan lainnya sebagaimana pemilu/pilkada sebelumnya. Kedua, mencegah penyebaran/penularan Covid-19.

Dia mencatat tahapan pilkada yang rawan penularan Covid-19 antara lain verifikasi faktual calon perorangan 24 Juni-12 Juli lalu. Kemudian kegiatan pemutakhiran data pemilih melalui pencocokan dan penelitian yang dilakukan KPU secara door to door juga rawan penularan Covid-19.

Tito juga menyebut telah memberikan teguran keras kepada 53 petahana karena melakukan kerumunan sosial. Selanjutnya, tahap verifikasi pasangan calon yang akan digelar 23 September 2020 termasuk kategori rawan. Titik rawan lainnya yaitu masa kampanye 26 September-5 Desember 2020 dan pemungutan suara.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menekankan pentingnya semua pihak mematuhi protokol kesehatan. Dia mencatat pada tahapan pendaftaran bakal pasangan calon 4-6 September 2020 lalu ditemukan banyak pelanggaran.

“Memang harus ada tindakan tegas oleh semua penyelenggara dalam menjaga disiplin ini dengan juga menjatuhkan sanksi yang tegas,” ujar Mahfud MD usai memimpin rapat koordinasi terkait Pilkada Serentak 2020 sebagaimana dikutip polkam.go.id, Rabu (9/9/2020).

Dari data yang disampaikan KPU, Mahfud mencatat ada 60 bakal calon kepala daerah yang terinfeksi Covid-19 yang tersebar di 21 Provinsi. Karena itu, pelaksanaan protokol kesehatan terutama dalam penyelenggaraan Pilkada harus diperhatikan secara serius.

Ketua Bawaslu, Abhan mengatakan ada 2 sanksi dalam tahapan pilkada yakni administratif dan pidana. Sanksi administratif diatur dalam peraturan KPU, bentuknya antara lain teguran, saran, dan menghentikan proses yang berjalan.

Terkait pidana, Abhan mengatakan ada sanksi yang dapat dikaitkan dengan pelanggaran protokol kesehatan jika sekelompok orang memaksa untuk berkerumun. Misalnya, Pasal 212 KUHP yang intinya menyebut seseorang yang melawan pejabat yang menjalankan tugas yang sah dipidana satu tahun empat bulan penjara.

Selengkapnya Pasal 212 KUHP berbunyi, "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Kemudian Pasal 218 KUHP yang menyebut “Barangsiapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah."

Abhan juga menyebut Pasal 93 UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memuat ancaman pidana bagi orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, yang menyebabkan kedaruratan kesehatan maksimal dipidana 1 tahun penjara.

Dia mengatakan hal ini menjadi kewenangan aparat kepolisian dan jaksa. “Tugas Bawaslu adalah merekomendasikan dan meneruskan persoalan tersebut kepada penyidik polisi untuk bisa mengambil tindakan hukum,” katanya.

Ketua KPU Arief Budiman, berharap berbagai peraturan seperti Peraturan KPU No.10 Tahun 2020 terkait pelaksanaan protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada pada masa pandemi Covid-19 harus dipahami dan dilaksanakan dengan baik dalam Pilkada 2020. Ada sejumlah ketentuan yang patut diperhatikan guna mencegah penyebaran/penularan Covid-19. Misalnya, membatasi jumlah kegiatan kampanye yang dihadiri secara fisik oleh peserta kampanye.

”Jadi kalau rapat umum kita batasi paling banyak 100 orang dan rapat umum hanya dilaksanakan 1 kali dalam pemilihan bupati/wali kota dan 2 kali untuk pemilihan gubernur. Selebihnya kehadiran peserta kampanye dapat dilakukan secara daring, tetapi kehadiran fisik hanya dibatasi 100 orang,” kata Arief.

Mengacu Pasal 58 Peraturan KPU No.10 Tahun 2020, pertemuan terbatas tatap muka dan dialog dilaksanakan dalam ruangan atau gedung tertutup dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 50 orang dan jaga jarak 1 meter antar peserta. Untuk debat publik atau terbuka antar pasangan calon, dilakukan di dalam studio lembaga penyiaran publik atau swasta dengan membatasi jumlah undangan dan/atau pendukung yang hadir paling banyak 50 orang untuk seluruh pasangan calon dan jaga jarak sedikitnya 1 meter antar peserta kampanye.

Tags:

Berita Terkait