Jelang Debat, Capres-Cawapres Perlu Cermati 3 Isu Lingkungan Ini
Berita

Jelang Debat, Capres-Cawapres Perlu Cermati 3 Isu Lingkungan Ini

Yaitu tata kelola hutan dan lahan; pesisir dan maritim; pengendalian pencemaran dan pengelolaan sampah.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Selanjutnya mengenai PP No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau dikenal dengan istilah OSS. Bagi Henri, peraturan ini menegaskan pemerintah dengan mudah menerabas aturan yang tingkatnya lebih tinggi. Dari aspek layanan seolah cepat, tapi tidak menjamin kepastian hukum bagi pengusaha dan masyarakat.

 

Henri juga menyoroti komitmen pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Dalam putusan pengadilan terkait PT Semen Indonesia, dan PLTU Cirebon, yang intinya memenangkan kelompok masyarakat. Alih-alih menjalankan putusan itu, pemerintah daerah malah menerbitkan izin baru. Henri tidak melihat pemerintah pusat melakukan upaya untuk merespon tindakan (keliru) yang dilakukan pemerintah daerah itu.

 

“Padahal dalam UU Pengadilan Tata Usaha Negara, penanggung jawab eksekusi TUN tertinggi itu di pusat. Tidak ada preseden leadership selama ini oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah,” papar Henri.

 

Melihat visi dan misi capres-cawapres, Henri berpendapat isu yang diusung bersifat umum dan tidak ada target terukur. Kedua pasangan capres-cawapres menyinggung soal lingkungan hidup, tapi masih bias daratan dan kurang penekanan pada isu pesisir dan maritim. Rehabilitasi lingkungan sudah disuarakan, tapi minim menunjukan upaya pencegahan dan penetapan standar kualitas.

 

Henri juga belum melihat kedua pasangan capres-cawapres mengintegrasikan adaptasi dan mitigasi bencana dalam kebijakan penataan ruang dan perlindungan lingkungan hidup. Terakhir, partisipasi dan perlindungan masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan belum menjadi fokus utama.

 

Kasus lingkungan

Sebelumnya, YLBHI melansir jumlah perkara yang mereka tangani selama 2018 sebanyak 3.455 kasus. Dari berbagai kasus itu, YLBHI mencatat ada 10 hak yang terlanggar, antara lain hak atas lahan/tanah (46 kasus), hak atas tempat tinggal (39), hak untuk hidup termasuk standar hidup yang layak (23), dan hak untuk memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (23).

 

Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI, Siti Rakhma Mary Herwati, mengatakan selama 2018 YLBHI mendampingi 19 kasus lingkungan. Pelanggaran paling tinggi berada di sektor energi (PLTU) yakni 8 kasus; pertambangan (4 kasus); infrastruktur (3 kasus); air (2 kasus); perkebunan dan industri manufaktur masing-masing 1 kasus.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait