Perbincangan tentang sejarah kelam Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali menghangat karena pernyataan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Andika Perkasa. Ia membuat pernyataan tegas bahwa keturunan dari orang-orang yang berafiliasi dengan PKI di masa lalu boleh menjadi calon prajurit TNI.
Pernyataan itu disiarkan melalui rekaman video dalam kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa. Andika menjelaskan bahwa TAP MPRS No.XXV/MPRS/1966 tidak pernah mengatur soal pembatasan kepada keturunan orang-orang yang berafiliasi dengan PKI. "Itu isinya, ini dasar hukum, ini legal, tapi tadi yang dilarang itu PKI. Kedua ajaran komunisme, marxisme-leninisme. Keturunan ini melanggar TAP MPRS dasar hukumnya apa? Jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh perundang-undangan," kata Andika seperti dikutip dari video di kanal Youtube pribadinya.
Andika lebih lanjut menyorot pada organisasi-organisasi masyarakat di bawah naungan PKI. "TAP MPRS Nomor 25 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang, tidak ada kata-kata underbow segala macam," ujar Andika menjelaskan. Pernyataan Panglima TNI yang disiarkan terbuka ini mengundang perdebatan publik soal luka lama pengkhianatan PKI.
Hukumonline meminta penjelasan Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia dan Ketua Mahkamah Konstitusi pertama atas polemik ini. "Kalau Panglima TNI yakin tidak ada hukum yang dilanggar harusnya kerjakan saja tanpa buat siaran publik di media. Siaran publik semacam ini jadi bernuansa politik yang kontroversial," kata Jimly yang kini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah dari DKI Jakarta.