Jangan Takut Bersengketa di Arbitrase Luar Negeri
Berita

Jangan Takut Bersengketa di Arbitrase Luar Negeri

Menurut UU Penanaman Modal, penyelesaian sengketa antara investor lokal dengan investor asing harus lewat arbitrase luar negeri. Namun, tidak berarti investor lokal harus tunduk pada keputusan arbitrase tersebut.

Sut
Bacaan 2 Menit
Jangan Takut Bersengketa di Arbitrase Luar Negeri
Hukumonline

 

Pandangan itu disampaikan Erman Rajagukguk, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam Seminar bertajuk Implikasi Perubahan Undang-undang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Penanaman Modal Baru Terhadap Pelaku Usaha yang dilaksanakan oleh Center for Finance Investment and Securities Law (CFISEL), di Jakarta, Selasa (29/1).

 

Beberapa pelaku usaha lokal memang sempat khawatir atas beleid penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Pasalnya, peraturan itu menunjuk arbitrase sebagai lembaga yang akan mengadili sengketa di bidang penanaman modal. Bahkan jika terjadi sengketa antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing maka penyelesaiannya harus melalui arbitrase internasional. Selama ini kan dalam perjanjian, klausul penyelesaian sengketa lebih banyak menunjuk arbitrase di luar negeri, ujar seorang pelaku usaha yang tidak mau disebutkan namanya.

 

Pasal 32 UUPM

(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut  akan dilakukan  di pengadilan.

(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.

 

Indonesia memang telah menjadi anggota Konvensi New York 1958 tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri setelah meratifikasi Convention on The Recognizition and Enforcement of Arbitral Awards melalui Keputusan Presiden No. 34/1981. Meskipun menjadi anggota Konvensi itu, kata  Erman, bukan berarti Indonesia harus tunduk pada keputusan arbitrase luar negeri. Alasannya, Konvensi New York menyatakan bahwa negara peserta dapat menolak pelaksanaan arbitrase luar negeri. Asalkan perjanjian pokok yang berisi penyelesaian sengketa arbitrase itu bertentangan dengan Undang-undang (UU) nasional atau kebijakan publik (public policy) negara yang bersangkutan. 

 

Dua kali ditolak MA

Setidaknya, kata Erman, ada dua putusan arbitrase luar negeri yang ditolak Mahkamah Agung (MA) untuk dilaksanakan investor lokal. Pertama, dalam perkara No. 4231K/PDT/1986 antara Bakrie Brothers versus Trading Corporation of Pakistan. Dalam kasus itu MA menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Putusan kedua pengadilan itu menolak pelaksanaan keputusan arbitrse London. Alasannya Bakrie Brothers tidak cukup didengar di dalam proses arbitrase dan Bakrie Brothers telah membayar performance bond.

 

Kedua, dalam perkara Yuni Heriyanto melawan E.D & F Man Sugar. Dalam perkara No. 1205K/PDT/1990 MA menolak melaksanakan putusan arbitrase London. Soalnya perjanjian pokok yang memuat klausul pokok administrasi bertentangan dengan public policy Indonesia, karena perjanjian itu tidak sah atau melanggar perundang-undangan.

 

Pada saat perjanjian ditandatangani, kenang Erman, hanya Badan Urusan Logistik (Bulog) yang berhak mengimpor gula. Sekedar mengingatkan, pemerintah pernah mengeluarkan Keppres No. 33/1971 tanggal 14 Juli 1971 yang intinya impor gula dimonopoli oleh Bulog. Dalam kasus tersebut, kata Erman, kedua belah pihak merupakan pihak swasta yang dilarang mengimpor gula.

 

Selain anggota Konvensi 1958, Indonesia juga ikut dalam keanggotaan International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID). Keanggotaan itu tertuang dalam UU No. 5/1968 tentang Penyelesaian Perselisihan Antar Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal. Konvensi ini semula dilahirkan untuk mendorong penanaman modal asing ke negara-negara berkembang.

 

Erman mengatakan walaupun Indonesia menjadi anggota ICSID, tidak berarti sengketa penanaman modal antara investor asing dengan pemerintah Indonesia harus diselesaikan melalui ICSID. Pasalnya, para pihak yang bersengketa secara tertulis harus sepakat dulu untuk menyelesaikan permasalahan mereka via ICSID. Jika Pemerintah Indonesia tidak setuju secara tertulis, maka ICSID tidak mempunyai yurisdiksi untuk memeriksa sengketa tersebut, jelasnya.

 

Indonesia, demikian Erman, juga telah menjadi anggota Konvensi Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang lahir tahun 1985. Konvensi ini memberikan jaminan atas resiko non komersiil kepada investor dari negara anggota MIGA. MIGA bisa bertindak sebagai penengah antara investor dengan negara penerima modal. Tentunya bila terjadi sengketa diantara mereka.

 

Pasal 15 Konvensi MIGA menyatakan, MIGA tidak akan mengadakan kontrak penjaminan sebelum tuan rumah penerima modal menyetujui jaminan akan diberikan oleh MIGA. Fasilitas MIGA sama dengan ICSID, yaitu harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak-pihak terkait, jelas Erman.

 

Jadi, investor lokal jangan takut kalau disengketakan di arbitrase luar negeri, tandas mantan Sekretaris Kabinet tahun 1998-2005 ini.

 

Tidak semua putusan arbitrase luar negeri yang memenangkan investor asing harus dilaksanakan oleh pemerintah dan pelaku pasar dalam negeri. Pasalnya, konvensi internasional dan lembaga penyelesaian sengketa internasional masih memberi pengecualian terhadap putusan yang dapat dilaksanakan oleh pelaku usaha yang dikalahkan dalam putusan arbitrase luar negeri.

Tags: