Jalan Terjal Membongkar Skandal Aliran Dana ke Senayan
Fokus

Jalan Terjal Membongkar Skandal Aliran Dana ke Senayan

Penahanan Gubernur Bank Indonesia seharusnya bisa menjadi pintu masuk mengusut suap dalam pengambilan keputusan di DPR.

Mon/Sut
Bacaan 2 Menit

 

Menurut pakar hukum pidana Rudi Satrio Mukantardjo, perlindungan hukum hanya bisa diberikan jika terkait pelaksanaan tugas kedinasan, misalnya untuk menjadi saksi ahli suatu perkara. Jika sudah menjadi tersangka untuk suatu kegiatan tindak pidana, itu menjadi urusan pribadi. Tidak seharusnya dibiayai dengan uang publik, ujar Rudi. Penggunaan dana dari BI untuk bantuan hukum perkara pribadi, lanjut Rudi, termasuk tindakan melawan hukum yang bertentangan dengan pasal 2 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001.

 

Bila merujuk surat Anwar tersebut, maka kata Rudi, para mantan petinggi BI itu bisa dijerat pidana karena turut serta melakukan penyuapan. Pasal 5 dan Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa dijadikan amunisi untuk membidik mereka. Jaksa juga bisa menjerat dengan Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP (pasal penyertaan), ujarnya.  

 

Tidak hanya itu, jaksa juga bisa menjerat dugaan suap itu dengan Pasal 56 KUHP. Kesempatan itu lanjutnya bisa dikategorikan membantu melakukan tindak pidana suap. Mantan petinggi BI bisa menjadi pihak yang memberikan kesempatan. Rudi menegaskan KPK harus melihat kasus ini secara utuh. Penyuap dan penerima suap harus diminta pertanggungjawaban pidana, ujar dosen hukum pidana Universitas Indonesia (UI) ini.

 

Lebih jauh, jika dugaan suap itu terbukti, maka Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada kasus Soedrajat Djiwandono dan Iwan R.Prawinata bisa dibatalkan. Sebab, SP3 keluar karena ada pengaruh lain di luar konteks hukum, kata Rudi. SP3 itu, lanjutnya, hanya berhenti sementara. Tidak selamanya, tegasnya.

 

Pernyataan Rudi tentu saja bisa membawa pencerahan bagi pengungkapan kasus ini. Sebab, dilihat dari berbagai bukti yang disodorkan, tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak segera menuntaskan kasus ini. Apalagi KPK terkesan melakukan tebang pilih dalam menentukan pelaku tindak pidana. Jadi, jangan diskriminatif. 

 

Tags: