Jalan Lurus Seorang Advokat Pengagum Bimasena
Pejuang Keadilan dari Surabaya

Jalan Lurus Seorang Advokat Pengagum Bimasena

Pernah dua kali mengalami krisis keuangan, advokat Trimoelja D Soerjadi punya prinsip dalam menjalankan profesi. Tak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rezeki.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Baca:

 

Jangan Halalkan Segala Cara

Bagi sejumlah advokat yang pernah bekerja bersama, Trimoelja D Soerjadi adalah teladan karena memegang prinsip dan meneguhkan kode etik dalam perilakunya. Advokat Taufik Basari dan Rivai Kusumanegara terang-terangan menyebut Trimoelja sebagai contoh teladan bagi advokat muda.

 

Advokat Surabaya, Setijo Boesono menggambarkan Trimoelja sebagai advokat yang memegang prinsip, punya idealisme, dan benar-benar menunjukkan advokat itu sama dengan penegak hukum lain. Duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan aparat penegak hukum lain. Dalam beberapa artikel yang pernah dimuat di Surabaya Post, Pak Tri mengharapkan kemandirian advokat dalam menjalankan profesinya. “Beliau patut dijadikan sosok panutan,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Salah satu yang layak dicatat adalah pandangan Trimoelja mengenai profesi advokat sebagai ladang mendatangkan rezeki bagi pemangku profesi. Ia telah menjalani profesinya puluhan tahun, sebagian di antara perkara yang ditanganinya tanpa honorarium. Seorang advokat junior pernah mengeluhkan sikap Trimoelja yang acapkali memberikan bantuan hukum probono padahal yang dibantu adalah ‘klien kakap’. Advokat junior mengatakan akan sulit ‘makan’ (mendapatkan nafkah) kalau meniru cara-cara Trimoelja. Kepada advokat junior, Trimoelja mengatakan bahwa sudah ada yang mengatur rezeki. “Rezeki datangnya dari Allah. Kalau kita di jalan yang lurus, semuanya apa  yang kita dapat itu kan barokah,” ujarnya.

 

Bukan berarti Trimoelja selalu berkecukupan sehingga tak membutuhkan uang ketika menjalankan profesi advokat. Dalam wawancara dengan hukumonline, Pak Tri –begitu ia disapa kolega-- mengaku pernah mengalami krisis keuangan. “Jangan dikira perjalanan saya sebagai advokat itu mulus. Pernah dua kali saya krisis keuangan. Ember itu ibaratnya sudah kelihatan dasarnya,” kenangnya.

 

Dalam sebuah artikelnya di Surabaya Post edisi 29 November 1986, Trimoelja menulis bahwa tidak seyogianya seorang pembela mengutarakan dalam pembelaannya mengenai keyakinan pribadinya mengenai salah tidaknya klien. Yang menjadi kewajiban advokat, jika klien mangkir, adalah mengajukan argumentasi penuntut umum tidak berhasil membuktikan tuduhannya. Pembela juga harus menasihati kliennya agar mengaku jika memang benar-benar bersalah. Sebaliknya, jika klien tetap mangkir, maka yang bisa dilakukan menyebut tuduhan jaksa tidak terbukti.

 

Dalam perbincangan dengan hukumonline di kantornya di Surabaya, Trimoelja mengungkapkan kerisauannya dengan perilaku sebagian advokat yang malah menyarankan kliennya untuk tidak memenuhi panggilan aparat penegak hukum lain. Advis agar klien tidak memenuhi panggilan KPK, misalnya, adalah nasihat yang tidak benar. Kalaupun klien sakit atau sibuk, advokat selaku penasihat hukum bisa meminta penundaan, bukan menyarankan klien tak memenuhi panggilan. “Itu tidak etis,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait