Jalan Lurus Seorang Advokat Pengagum Bimasena
Pejuang Keadilan dari Surabaya

Jalan Lurus Seorang Advokat Pengagum Bimasena

Pernah dua kali mengalami krisis keuangan, advokat Trimoelja D Soerjadi punya prinsip dalam menjalankan profesi. Tak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rezeki.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Pesan-pesan langsung itu mempengaruhi perjalanan Trimoelja sebagai advokat. Ada juga petunjuk lain yang disampaikan lewat sikap dan perbuatan. Dalam buku Trimoelja D Soerjadi Manusia Merdeka Sebuah Memoar (2014), diceritakan empat peristiwa penting yang selalu dikenang Trimoelja atas prinsip hidup ayahnya.

 

Pertama, sewaktu ayahnya menangani kasus sengketa perumahan rekannya sendiri, seorang pejuang kemerdekaan yang pernah menjadi Walikota Surabaya. Trimoelja mendengar pembicaraan ayahnya dengan mantan Walikota. Rupanya, Mr Soerjadi kaget dan marah karena ternyata sang klien sudah menyerahkan uang kepada hakim yang mengadili dan memutus sengketa rumah itu. Soerjadi menyuruh Trimoelja mengambil berkas perkara mantan Walikota, dan segera menyerahkan kembali berkas perkara itu kepada klien. “Aku wis ora isa nangani maneh,” tegas Soerjadi dalam bahasa Jawa kepada klien yang juga rekannya itu. Trimoelja menyatakan tak bisa menangani perkara itu lagi.

 

Peristiwa kedua adalah saat ayahnya pulang dari pengadilan dengan bersungut-sungut. Tampak Mr Soerjadi menahan amarah. Trimoelja kemudian tahu bahwa ayahnya ternyata dimintai uang oleh hakim yang mengadili suatu perkara. Sebagai mantan hakim, Mr Soerjadi sangat tersinggung, dan tentu saja tak mau memenuhi permintaan itu. Sebagai bentuk protes, Mr. Soerjadi tak mau lagi mengikuti sidang dengan hakim tersebut, dan menyuruh Trimoelja melanjutkan pendampingan klien di persidangan. Bagi Trimoelja, pesan ayahnya jelas, tidak boleh menyuap hakim. Permintaan uang oleh hakim adalah perbuatan yang merendahkan martabat advokat. (Baca juga: Kepercayaan Klien Adalah Modal Vital Jasa Hukum Advokat)

 

Peristiwa ketiga, saat ayahnya sangat marah gara-gara Trimoelja tidak menghadiri suatu persidangan. “Klien sudah mempercayakan perkaranya kepada kita sebagai pengacaranya. Itu ibarat menyerahkan hidup matinya kepada kita. Jangan disepelekan. Jangan permainkan nasib orang”. Kalau berhalangan hadir, sebaiknya disampaikan kepada hakim dan panitera sebelum persidangan dimulai.

 

Peristiwa keempat berkaitan dengan keberanian demi kebenaran saat ayahnya menjadi Residen Besuki. Mr Soerjadi menolak menyerahkan tentara Jepang yang  menjadi tawanan ketika hendak ‘diambil’ pemuda pejuang Indonesia. Sikap Mr Soerjadi itu menunjukkan keberanian untuk menjunjung kehormatan pekerjaan dan jabatan, sekaligus memperlihatkan sikap teguh dan konsisten dalam pendirian.

 

Puluhan tahun menjalani profesi advokat, Trimoelja berusaha untuk tetap berada di jalan yang lurus. Bagaimanapun, profesi advokat sudah menjadi pilihan hidup. Pilihan itu harus dijunjung tinggi. Begitu pula pesan Mr Soerjadi kepada anaknya. “Pengacara adalah profesi yang mulia, pekerjaan terhormat, karena profesi ini menegakkan kebenaran dan keadilan.”

 

Kali lain, sang ayah berpesan agar Trimoelja menghargai klien yang sudah memberikan kuasa. Sebagai advokat, Trimoelja diingatkan untuk tidak menawar-nawarkan jasanya kepada orang lain agar orang tersebut menjadi klien. “Jangan sekali kali kamu menawar-nawakan jasamu dengan mempengaruhi orang untuk menjadi klien, apalagi menyuap dan menerima suap. Hindari jauh-jauh itu.”

Tags:

Berita Terkait