Jaksa Agung Tak Menampik Kejaksaan Rawan Korupsi
Berita

Jaksa Agung Tak Menampik Kejaksaan Rawan Korupsi

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2008-2010, Kejaksaan menjadi lembaga negara dengan potensi kerugian negara paling tinggi. Pada 2011 sudah WTP.

Nov/M-14
Bacaan 2 Menit

Atas hasil pemeriksaan BPK, Jaksa Agung Basrief Arief tidak menampik jika lembaganya dinilai rawan korupsi. “Kalau rawan ya bisa saja. Kan institusi Kejaksaan ini begitu besar, banyak jaksa yang ada di Indonesia, sekitar 8000 dengan pegawai 15000 sampai 20000. Kalau dikatakan rawan saya tidak bisa menyanggah,” tuturnya.

Menurut Basrief, Kejaksaan telah berhasil melakukan perbaikan. Jika sebelumnya, pada tahun 2008, Kejaksaan mendapat predikat disclaimer, pada tahun 2011 Kejaksaan mendapat predikat wajat tanpa pengecualian (WTP). BPK memberikan penilaian WTP terhadap Kejaksaan dalam masalah pengelolaan anggaran.

“Penilaian WTP itu kan yang tertinggi, harus dipertahan. Dengan penilaian WTP, tentunya Kejaksaan harus lebih baik lagi. WTP bisa saja belum tentu bersih. Ada beberapa catatan yang harus kami bersihkan,” janjinya. Basrief mengaku dirinya akan kembali mengecek mengenai pengembalian harta koruptor ke kas negara.

Mengenai potensi kerugian negara dari tahun 2008-2010, Basrief berpendapat tidak ada penyimpangan yang dilakukan. Pada tahun 2008, anggaran Kejaksaan berjumlah sekitar Rp1,7 triliun, pada tahun 2009 sekitar Rp1,9 triliun, dan pada tahun 2010 sekitar Rp3 triliun.

“Jadi, kalau dibulatkan, sekitar Rp6,7 triliun. Kalau terjadi penyimpangan anggaran Rp5,4 triliun, apa tidak ribut pegawai kejaksaan. Kan gajinya tidak dibayar sama sekali, tidak ada pembangunan sama sekali di Kejaksaan, bagaimana beli alat tulis kantor (ATK), sarana, dan prasarana bila terjadi penyimpangan Rp5,4 triliun?” tanyanya.

Dengan demikian, Basrief meminta agar pemberitaan mengenai penyimpangan anggaran Kejaksaan itu dikonfirmasi terlebih dahulu sebelum dipublikasi. Dia menilai Kejaksaan telah berbenah diri dan melakukan perbaikan. Penilaian semacam itu harus dicek kembali agar masyarakat tidak keliru.

Tags: