Jaksa Agung Tak Menampik Kejaksaan Rawan Korupsi
Berita

Jaksa Agung Tak Menampik Kejaksaan Rawan Korupsi

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2008-2010, Kejaksaan menjadi lembaga negara dengan potensi kerugian negara paling tinggi. Pada 2011 sudah WTP.

Nov/M-14
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung Basrief Arief tak menampik kejaksaan rawan korupsi. Foto: Sgp
Jaksa Agung Basrief Arief tak menampik kejaksaan rawan korupsi. Foto: Sgp

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melansir Kejaksaan sebagai lembaga paling rawan korupsi berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2008-2010. Kejaksaan dinilai sebagai lembaga dengan potensi kerugian negara paling tinggi atas penerimaan dan pengeluaran anggaran negara.

Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi mengatakan potensi kerugian negara itu dapat dilihat dari penanganan perkara dan non perkara. “Yang mendominasi adalah dalam perkara. Penerimaan negara dari hasil barang sitaan banyak disimpangi oleh Kejaksaan, seperti banyak barang yang hilang,” katanya, Senin (16/7).

Berdasarkan hasil analisisFITRA, penyimpangan juga terjadi dalam pengelolaan denda tilang. Uchok menuturkan, penghitungan denda tilang seringkali tidak akurat. Selain itu, ada pula permasalahan anggaran belanja di sejumlah satuan kerja Kejaksaan yang menimbulkan penyimpangan.

“Maka dari itu, Kejaksaan menjadi institusi paling korup berdasarkan hasil penghitungan BPK (2008-2010). Penerimaan dan pengeluaran buruk sekali, tidak sesuai standar audit keuangan yang baik dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. BPK sendiri tidak yakin dengan hasil audit keuangan Kejaksaan serta bukti yang diberikan Kejaksaan,” ujarnya.

Dari hasil pemeriksaan BPK, FITRA melihat adanya potensi kerugian negara Rp5,4 triliun yang terjadi di lembaga penegak hukum. BPK menemukan sebanyak 473 kasus penyimpangan penggunaan anggaran di lembaga pimpinan Basrief Arief ini. Sayang, Kejaksaan belum menindaklanjuti temuan BPK terkait potensi kerugian negara tersebut.

Lembaga negara rawan korupsi bukan hanya dominasi Kejaksaan. Pada tahun 2008-2010, BPK mencatat potensi kerugian negara Rp16,4 triliun di 83 Kementerian/Lembaga. Setelah Kejaksaan, Kementerian Keuangan dinilai sebagai lembaga terkorup kedua.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menduduki peringkat ketiga dengan potensi kerugian negara Rp3,3 triliun dan Kementerian Kesehatan menduduki peringkat keempat dengan potensi kerugian negara Rp332,8 miliar. Kemudian, Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, dan sebagainya menduduki peringkat berikutnya.

Atas hasil pemeriksaan BPK, Jaksa Agung Basrief Arief tidak menampik jika lembaganya dinilai rawan korupsi. “Kalau rawan ya bisa saja. Kan institusi Kejaksaan ini begitu besar, banyak jaksa yang ada di Indonesia, sekitar 8000 dengan pegawai 15000 sampai 20000. Kalau dikatakan rawan saya tidak bisa menyanggah,” tuturnya.

Menurut Basrief, Kejaksaan telah berhasil melakukan perbaikan. Jika sebelumnya, pada tahun 2008, Kejaksaan mendapat predikat disclaimer, pada tahun 2011 Kejaksaan mendapat predikat wajat tanpa pengecualian (WTP). BPK memberikan penilaian WTP terhadap Kejaksaan dalam masalah pengelolaan anggaran.

“Penilaian WTP itu kan yang tertinggi, harus dipertahan. Dengan penilaian WTP, tentunya Kejaksaan harus lebih baik lagi. WTP bisa saja belum tentu bersih. Ada beberapa catatan yang harus kami bersihkan,” janjinya. Basrief mengaku dirinya akan kembali mengecek mengenai pengembalian harta koruptor ke kas negara.

Mengenai potensi kerugian negara dari tahun 2008-2010, Basrief berpendapat tidak ada penyimpangan yang dilakukan. Pada tahun 2008, anggaran Kejaksaan berjumlah sekitar Rp1,7 triliun, pada tahun 2009 sekitar Rp1,9 triliun, dan pada tahun 2010 sekitar Rp3 triliun.

“Jadi, kalau dibulatkan, sekitar Rp6,7 triliun. Kalau terjadi penyimpangan anggaran Rp5,4 triliun, apa tidak ribut pegawai kejaksaan. Kan gajinya tidak dibayar sama sekali, tidak ada pembangunan sama sekali di Kejaksaan, bagaimana beli alat tulis kantor (ATK), sarana, dan prasarana bila terjadi penyimpangan Rp5,4 triliun?” tanyanya.

Dengan demikian, Basrief meminta agar pemberitaan mengenai penyimpangan anggaran Kejaksaan itu dikonfirmasi terlebih dahulu sebelum dipublikasi. Dia menilai Kejaksaan telah berbenah diri dan melakukan perbaikan. Penilaian semacam itu harus dicek kembali agar masyarakat tidak keliru.

Tags: