Tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (JKN-BPJS) Kesehatan akan meningkat dibandingkan sebelumnya per Januari 2020. Kenaikan ini menimbulkan berbagai penolakan karena dianggap memberatkan masyarakat sebagai peserta yang harus membayar lebih besar iuran tersebut.
Ketentuan tarif BPJS tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Nantinya, perlu Perpres baru untuk menyesuaikan kenaikan tarif untuk seluruh kategori peserta BPJS Kesehatan.
Perlu diketahui terdapat berbagai kategori peserta BPJS Kesehatan, antara lain Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang biayanya ditanggung pemerintah sepenuhnya. Kategori Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P) yang terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/Polri. Kategori Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU) yang umumnya karyawan swasta, dan kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang biayanya dibayar secara mandiri.
Kenaikan tarif yang telah disepakati pemerintah:
|
Keberatan kenaikan tarif iuran ini disampaikan Ombudsman RI selaku lembaga pengawas publik pemerintah. Anggota Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya mengatakan, terdapat berbagai aspek yang harus diperbaiki dari program JKN BPJS ini. Menurutnya, kenaikan tarif tersebut memberatkan masyarakat selaku peserta BPJS. Terlebih lagi, dia menyoroti masyarakat yang membayar iuran tersebut secara mandiri atau PBPU sebagai kenaikannya sangat signifikan.
“Kalau yang bayar secara mandiri dan PBI ini harus dilakukan secara gradual. Sebab terdapat berbagai persoalan-persoalan lain yang membuat BPJS Kesehatan terus defisit,” jelas Dadan saat dijumpai di Jakarta, Kamis (13/9).
Dia mengatakan pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan kenaikan tarif iuran tersebut dapat menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan yang selama ini terjadi setiap tahunnya. Kemudian, kenaikan iuran ini juga seharusnya meningkatkan pelayanan tersebut sehingga masyarakat tidak semakin kecewa dengan kenaikan ini.