Trademark Squatting, Bertumbuh di Indonesia
Berita

Trademark Squatting, Bertumbuh di Indonesia

Uang adalah motivasi dari praktik jual beli merek dagang

HRS
Bacaan 2 Menit

“Ironisnya, praktik ini semakin marak. Apalagi sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang memungkinkan adanya praktik jual beli merek secara online,” tulis Riyo dalam surat elektronik kepada hukumonline, Senin (18/2).

Riyo pun membeberkan motivasi dan modus para trademark squatters. Motivasi pada umumnya adalah uang, sedangkan modusnya pun bermacam-macam. Umumnya, para trademark squatters menemukan suatu merek terkenal asing yang belum didaftarkan pemiliknya di Indonesia. Kemudian, trademark squatters ini mendaftarkan merek-merek tersebut ke Direktorat Merek.

Berhubung UU Merek menganut asas first to file, merek tersebut dapat didaftarkan. Sehingga, ketika pemilik merek sebenarnya hendak mendaftarkan mereknya di Indonesia menjadi terhambat. Karena, merek tersebut telah terdaftar lebih dahulu di Indonesia.

Seketika itu juga trademark squatters bergerak. Mereka mulai menawarkan untuk mengalihkan merek yang telah terdaftar tersebut kepada pemilik yang sebenarnya. Pengalihan ini disertai dengan meminta sejumlah uang sebagai biaya kompensasi atas segala pengeluaran atas pendaftaran merek tersebut. Besaran biaya ini biasanya melampaui biaya yang dikeluarkan trademark squatters.

Untuk menduga kuat seseorang adalah trademark squatters, Riyo melihat dari daftar merek-merek yang mereka miliki di Direktorat Merek. Umumnya, trademark squatters ini memiliki banyak pendaftaran merek yang diduga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek pihak lain.

“Maka hal ini bisa menjadi indikasi kuat untuk menduga bahwa yang bersangkutan adalah trademark squatters,” beber Riyo.

Namun, Riyo mengatakan bahwa praktik ini tidak dilarang secara tegas oleh UU Merek, sehingga Direktorat Merek akan kesulitan  untuk mengidentifikasikan seorang pendaftar merek merupakan trademark squatter. Akan tetapi, Direktorat Merek dapat mencegah hal ini dengan berpegang kuat pada peraturan-peraturan terkait, seperti Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) UU Merek.

Tags: