Isu Klausula Arbitrase dalam Kasus Gugatan Terhadap Firma Hukum
Berita

Isu Klausula Arbitrase dalam Kasus Gugatan Terhadap Firma Hukum

Kantor Hukum ABNR ajukan gugat rekonvensi dan meminta ganti rugi yang lebih besar.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Perhatikan 5 Hal Berikut Sebelum Menempuh Jalur Arbitrase).

Dalam Pokok Perkara

Selain mengajukan ekesepsi, pihak Tergugat juga menyampaikan jawaban atas pokok perkara dalam gugatan ini. Dalam jawabannya mereka membantah segala dalil dalam surat gugatan bahwa ada konflik kepentingan dan sebagai pelaku dari pemutusan perjanjian SHA serta pemberhentian Project Harris. Dari informasi yang sama menyebut dalam jawabannya Tergugat menganggap bukan merupakan konsultan hukum dari para penggugat.

Para tergugat menganggap tidak pernah menandatangani perjanjian jasa hukum serta menerima kuasa dari para penggugat. Philip R. Payne  dan Ricky S. Nazir selaku Tergugat I dan II juga tidak pernah memberikan nasihat hukum kepada para Penggugat, dan para Penggugat disebut tidak pernah membayar honor jenis apapun kepada para Tergugat.

Dalam salah satu poin jawabannya disebutkan para tergugat menganggap Perjanjian SHA tertanggal 31 Juli 2013 diputus karena tidak diperoleh izin dari Bupati Kutai Kertanegara untuk pengalihan saham. “Tergugat I dan II bukan konsultan hukum para Penggugat, akan tetapi sekiranya pun benar Tergugat I dan II adalah konsultan hukum para Penggugat, kelalaian tidak diperolehnya izin Bupati Kutai Kertanegara untuk pengalihan saham PT Kaltim Bio Energi dan PT Tekno Marina Cipta adalah murni urusan internal para penggugat dengan PT Kharisma Bumi Persada,” demikian tertuang dalam dokumen yang salinannya dilihat hukumonline.

(Baca Juga: Hakim Lenny Wati Pimpin Sidang Gugatan Terhadap Firma Hukum)

Para tergugat juga berargumen bahwa para Penggugat juga tidak pernah membayar tagihan jasa konsultan hukum jenis apapun kepada Tergugat I dan II. Hal ini terbukti atas lima tagihan yang justru dibayarkan oleh Noble Resources International Pte, Ltd. dan PT Kaltim Bio Energy yang masih merupakan bagian dari perusahaan Noble.

Alasan penolakan dalil gugatan lainnya adalah surat dari Tergugat I Nomor 001/NBL14084/11/VII/SAM/UN tertanggal 11 Juli 2014 bukan merupakan dan tidak ada hubungannya dengan eksekusi pemberian jasa hukum penghentian Project Harris. Menurut Tergugat apa yang digambarkan dalam surat gugatan yang seakan-akan untuk eksekusi pemberian jasa hukum Project Harris dianggap menyesatkan.

Pihak Tergugat kembali menganggap jika mereka bukanlah kuasa hukum bagi para Penggugat. Alasannya, klien dari Tergugat I dan II sudah jelas yaitu Noble Resources International Pte, Ltd. sebagai pihak yang meminta untuk melakukan due diligence untuk PT Harsco Mineral, PT Piniwang Energy dan PT Pinipan Galimas. Sedangkan mengenai Project Harris, pihak yang memutuskan perjanjian adalah PT Kharisma Bumi Persada bukan para Tergugat seperti yang tercantum pada surat tertanggal 7 November 2014.

Alasan penolakan surat gugatan selanjutnya yaitu Ricky S. Nazir selaku Tergugat III juga menjabat sebagai Komisaris PT Moriss Energy. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT Moriss Energy Nomor 129 tertanggal 24 April 2013 yang dibuat dihadapan notaris Humberg Lie di mana di dalamnya Anggaran Dasar telah didaftarkan dan diterima oleh Kemenkumham berdasarkan surat AHU-10.AH.02.02-Tahun2010 tertanggal 9 Februari 2010. Jumlah saham yang dimiliki Ricky S. Nazir dalam pasal tersebut berjumlah 250 saham dengan nominal mencapai Rp250 juta.

Tags:

Berita Terkait