Istri Munir Kecewa Majelis Kasasi Tidak Gunakan Kewenangan Judex Factie
Putusan Munir

Istri Munir Kecewa Majelis Kasasi Tidak Gunakan Kewenangan Judex Factie

Suciwati membandingkan pemeriksaan perkara Munir dengan pemeriksaan Akbar Tandjung

Aru
Bacaan 2 Menit
Istri Munir Kecewa Majelis Kasasi Tidak Gunakan Kewenangan <i>Judex Factie</i>
Hukumonline

 

Mengomentari teknis yudisial putusan majelis kasasi, Suciwati mempertanyakan mengapa majelis kasasi tidak menggunakan kewenangannya untuk membuka perkara ini dari awal (judex factie). Bahkan dirinya membandingkan kasus Munir dengan kasus korupsi mantan Ketua DPR Akbar Tandjung. Dalam kasus Akbar, mereka menggunakannya, mengapa dalam kasus Munir yang jelas-jelas terjadi pembunuhan tidak, pungkas Suciwati.

 

Soal penggunaan wewenang judex factie tersebut sebenarnya sudah pernah diungkapkan oleh KASUM pasca putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperkuat putusan PN Jakarta Pusat. Menjelaskan hal ini, Muji Kartika Rahayu (KASUM) menyatakan dasar MA untuk memeriksa perkara diatur dalam Pasal 253 ayat (3) KUHAP.

 

Ditambahkannya, kekurangan dalam proses peradilan kasus pembunuhan Munir di tingkat PN adalah penerapan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan secara bersama-sama didalam dakwaan Pollycarpus. Pasalnya, dakwaan tersebut di tingkat PN tidak terbukti.

 

Pendapat Suciwati yang mempertanyakan mengapa majelis kasasi tidak menggunakan kewenangan judex factie-nya ini diperkuat oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid. Menurut Usman, banyak kejanggalan-kejanggalan dalam kasus Munir yang seharusnya digali oleh majelis kasasi. Untuk memperoleh kejelasan, majelis, urai Usman yang juga anggota Tim Pencari Fakta Kematian Munir harusnya memeriksa kasus ini kembali.

 

Janggal

Lucunya, ternyata ada fakta yang menunjukkan kesalahan pengadilan tingkat banding. Dalam putusannya, majelis hakim tinggi menggunakan Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat dalam putusan banding. Padahal, menurut Muji, yang disebutkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan adalah Pasal 263 ayat (2) KUHP.

 

Pengenaan pasal pemalsuan surat (Pasal 263 ayat 2 KUHP) ini mengundang pertanyaan. Jika Pollycarpus dinyatakan terbukti menggunakan surat tugas palsu, maka bagaimana dengan pembuat surat palsu. atas pertanyaan ini, Soehardi Somomoeljono, penasihat hukum Pollycarpus sependapat bahwa hal ini akan menjadi pertanyan besar, bagaimana kelanjutan perkara ini. Saya tidak tahu apakah nanti Pak Remelgia atau Indra yang kemudian diperiksa, tukas Soehardi kepada hukumonline, Kamis (5/10).

 

Soal ini, Domu P. Sihite, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini menyatakan hal tersebut adalah tugas dari peyidik, dalam hal ini pihak Kepolisian. Pihak Kejaksaan atau penuntut hanya menuntut berdasarkan perkara yang dilimpahkan.

 

Selain kejanggalan dalam teknis yudisialnya, kabut tebal kejanggalan seputar fakta pembunuhan Munir  itu juga belum tersingkap. Kejanggalan itu misalnya, terjadinya kontak yang intensif antara Pollycarpus dengan Munir, maupun Pollycarpus dengan Ramelgia Anwar, Indra Setiawan dan Muchdi Pr (mantan Deputi V Badan Intelijen Negara). Intensifnya percakapan via telepon itu terjadi sebelum hari kejadian, pas hari kejadian dan setelah kejadian sampai dengan hari pengumuman hasil otopsi.

 

Fakta adanya hubungan via telepon antara Pollycarpus dengan Munir ini sebenarnya sudah terungkap jauh-jauh hari. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya print out dari Telkomsel soal terjadinya percakapan tersebut. Selain itu, kontak antara Pollycarpus dengan Muchdi sempat mencuat saat Muchdi menjadi saksi dalam persidangan.

 

Masa Penahanan

Mendasarkan pada putusan, maka jika dihitung dari masa penahanannya, Pollycarpus akan segera bebas pada 18 Maret 2007. Pasalnya, Pollycarpus sudah ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Maret 2005. Itu normalnya, karena bisa jadi Pollycarpus bebas lebih cepat karena pengurangan masa tahanan karena remisi.

 

Soal ini, Soehardi mengaku masih belum menhetahui bagaimana hitung-hitungannya. Saya masih belum bisa kontak dengan JPU nya. Mungkin lebih cepat kalau dikurangi dengan remisi-remisi, tukas Soehardi.

 

Sementara, Domu menyatakan masih menunggu berkas salinan putusan MA. Soal masa penahanan dan remisi, menurut Domu Pollycarpus belum bisa dinilai oleh Lembaga pemasyarakatan untuk mendapatkan remisi. Statusnya kan masih terdakwa, belum terpidana. Jadi belum bisa dihitung, tukasnya.

 

Soal apakah tanggal 18 Maret 2007 sebagai hari kebebasan Pollycarpus, Domu lagi-lagi menggunakan belum diterimanya berkas salinan sebagai alasan. Iya kalau dalam amar putusannya disebutkan dikurangi masa penahanannya. Jadi belum tentu, cetus Domu.

 

Demikianlah, Selasa (3/10) majelis kasasi perkara pembunuhan Munir dengan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto telah menjatuhkan putusannya. Isinya, Pollycarpus dianggap tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana kepada Munir. Pollycarpus yang pilot Maskapai Penerbangan Garuda itu hanya terbukti menggunakan surat tugas palsu dalam penerbangan ke Singapura. Penerbangan yang sama dengan Munir.

 

Karena hanya terbukti menggunakan surat tugas palsu, Pollycarpus hanya dikenai hukuman dua tahun penjara. Putusan ini jauh lebih ringan dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukum Pollycarpus 14 tahun penjara.

 

Meski demikian, majelis yang dipimpin oleh Ketua Muda Peradilan Militer Mahkamah Agung, Iskandar Kamil yang beranggotakan hakim agung Artidjo Alkostar dan Atja Sondjaja tersebut tidak bulat, ada dissenting opinion (pendapat berbeda) yang mewarnai putusan. 

 

Adalah Artidjo yang berpendapat berbeda. Menurut Artidjo, Pollycarpus terbukti melakukan pembunuhan berencana. Pasalnya, ada beberapa peristiwa janggal yang menunjukkan keterlibatan Pollycarpus. Sementara, Iskandar menyatakan, tidak ada alat bukti yang menunjukkan Pollycarpus melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.

 

Atas putusan ini, Suciwati, istri Munir dan beberapa rekan Munir yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) menyatakan kekecewaannya. Menurut Suciwati, putusan ini menggambarkan setengah hatinya niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menuntaskan kasus Munir.

Tags: