Software Bajakan Rugikan Negara Triliunan Rupiah
Utama

Software Bajakan Rugikan Negara Triliunan Rupiah

Tahun 2010, nilai pembajakan software bajakan mecapai rekor US$1,32 miliar

M Vareno Tarnes
Bacaan 2 Menit
Nilai kerugian akibat pembajakan terus meningkat<br>dari tahun ke tahun. Foto: Sgp
Nilai kerugian akibat pembajakan terus meningkat<br>dari tahun ke tahun. Foto: Sgp

Pembajakan software (peranti lunak) tanpa lisensi pada komputer personal di Indonesia terus meningkat signifikan sewindu belakangan. Menurut survei Business Software Alliance (BSA), sebuah lembaga studi yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat, nilai pembajakan software komputer personal di Indonesia pada tahun 2010 mencapai AS$1,32 miliar (sekitar Rp11,2 trilun). Angka ini berarti sekira 87 persen dari software pada komputer personal adalah produk tanpa lisensi.

 

Nilai kerugian ini, menurut BSA, meningkat tajam dari setahun sebelumnya yang mencapai AS$886 juta. Bahkan, pada tahun 2003 nilai kerugian akibat software ilegal ini hanya AS$157 juta.

 

Angka tersebut merupakan bagian dari hasil “Studi Pembajakan Software Global 2010” yang dilakukan BSA. Studi ini meneliti 182 data dari 116 negara dan wilayah di seluruh dunia, mencakup pembajakan atas seluruh software yang berjalan pada komputer personal, termasuk desktop, laptop, ultra portable, termasuk netbook.

 

Menurut Donny Sheyoputra, Kepala Perwakilan BSA di Indonesia, hasil studi BSA ini menunjukkan perlunya upaya pemberantasan pembajakan software dengan lebih agresif. Masih banyak yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat pembajakan software di Indonesia.

 

“Hal ini perlu disesalkan mengingat studi lain menunjukkan bahwa setiap penurunan tingkat pembajakan dapat menguntungkan negara melalui peningkatan aktivitas ekonomi, peningkatan lapangan kerja dan penerimaan pajak bagi pemerintah,” katanya dalam siaran pers yang diterima hukumonline.

 

Donny melanjutkan, negara sangat dirugikan atas pembajakan ini. “Sepuluh persen dari jumlah itu adalah potensi pendapatan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN),” katanya.

 

Meski demikian, BSA melihat maraknya penggunaan software bajakan di Indonesia lebih disebabkan ketidakpahaman pengguna. Dalam penelitian itu, tujuh dari sepuluh responden justru mendukung perlindungan terhadap hak cipta pembuat software dengan cara membayar setiap lisensi.

 

Persoalannya, banyak pengguna komputer yang tidak memahami dengan baik cara mendapatkan software berlisensi secara benar. “Mereka bahkan tidak tahu apakah software yang digunakan itu asli atau bajakan. Misalnya membeli software berlisensi tunggal, namun dipakai untuk beberapa perangkat komputer baik di rumah, kantor, maupun tempat lain. Banyak yang tidak paham hal itu merupakan pembajakan,” terang Donny.

 

Karena itu, BSA mendorong perlunya upaya pemberantasan pembajakan software yang lebih agresif. Salah satunya, kata Donny, perlunya edukasi dan sosialisasi lebih agresif bagi pengguna komputer personal tentang pentingnya memakai software berlisensi.

 

“Perlu disampaikan ke pengguna, keuntungan dari penggunaan software berlisensi yang paling penting adalah akses ke bantuan teknis dan perlindungan terhadap serangan peretas (hacker) dan program berbahaya (malware),” terangnya.

 

Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Hak dan Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Ahmad M Ramli, mengapresiasi hasil studi BSA ini. “Hasil studi ini menjadi masukan yang baik dan bahan evaluasi bagi Direktorat Jenderal HAKI,” ujarnya via telepon, Sabtu (14/5).

 

Meski demikian, Ramli menegaskan bahwa Ditjen HaKI telah melakukan serangkaian upaya edukasi dan pemberantasan software bajakan ini. Di antaranya, ada mobil keliling yang mendatangi sekolah dan kampus untuk mensosialisasikan tentang pentingnya HaKI.

 

Apalagi, pemerintah telah membentuk Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Selain itu, sosialisasi juga digencarkan melalui media massa. “Kita punya program reguler di salah satu televisi swasta untuk mengkampanyekan hal ini,” tandasnya.

 

Ramli justru sedikit mempertanyakan angka hasil studi BSA tersebut. Ia tidak yakin jumlah software bajakan mencapai 87 persen. “Angka-angka seperti itu perlu dikaji dan dibandingkan lagi, benarkah sebesar itu. Apalagi, sekarang ini semakin banyak instansi, terutama lembaga pendidikan, yang memiliki kesepakatan dengan Microsoft untuk menggunakan software berlisensi sesuai aturan,” katanya.

 

Apalagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah menegaskan pentingnya pemberantasan pembajakan software ini. Ketika membuka Konvensi HaKI dalam Peringatan Hari HaKI, Presiden SBY mengimbau agar segenap elemen menghormati dan memberikan perlindungan kepada pemilik HKI.

 

Menurut SBY, pada tingkat nasional, peringatan HKI dijabarkan untuk memacu kreativitas dan keunggulan anak bangsa. “Mari kita sukseskan pesan penting yang tertuang dalam peringatan ini,” SBY menekankan.

Tags: