Onheelbare Tweespalt dalam Doktrin dan Yurisprudensi
Bahasa Hukum:

Onheelbare Tweespalt dalam Doktrin dan Yurisprudensi

Ketika perkawinan sudah tidak bisa dipertahankan lagi, onheelbare tweespalt menjadi salah satu dasar untuk mencari jalan keluar.

Mys
Bacaan 2 Menit

c.     Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d.     Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

e.     Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami isteri.

f.       Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Salah satu alasan yang sering menimbulkan perdebatan adalah penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f Undang-Undang Perkawinan, yakni antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Menurut aturan ini, jika suami dan isteri cekcok terus menerus, salah satu atau kedua belah pihak bisa mengajukan cerai.  Cekcok terus menerus yang membuat pasangan tidak bisa hidup rukun itulah yang dalam ilmu hukum lazim disebut onheelbare tweespalt. Secara harfiah, lema tweespalt berarti perselisihan, sedangkan heel bisa berarti rukun atau damai.

Cekcok suami isteri sebagai dasar mengajukan cerai bukan hanya dikenal dalam UU Perkawinan atau KHI. Dalam hukum adat, perceraian bisa timbul karena terjadi penganiayaan oleh suami terhadap isteri, pencederaan yang tak putus-putus dan tak mungkin diperbaiki lagi, cacat badan dan penyakit yang tak kunjung sembuh, serta rasa benci antara suami dan isteri. (R van Dijk. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Bandung: Vorkinh-van Voeve – S’Gravenhage, tanpa tahun, hal. 37-38).

Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen Jawa, Minahasa, dan Ambon juga menyebut ‘hidup tidak rukun, bercekcok terus menerus antara suami-isteri’ sebagai salah satu dari enam alasan bercerai yang dikenal dalam hukum yang pernah berlaku di Indonesia (lihat Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. Cet 3. Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hal. 157).

Putusan Mahkamah Konstitusi

Alasan percekcokan terus menerus pula yang dijadikan hakim untuk mengabulkan perceraian antara Halimah Agustina dengan anak mantan Presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo. Merasa dirugikan oleh klausul onheelbare tweespalt Halimah mengajukan judicial review terhadap Penjelasan pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan tersebut. Halimah merasa pasal ini bisa merugikan perempuan kalau tak diatur lebih detil tentang penyebab cekcok. Misalnya jika suami mempunyai hubungan gelap dengan perempuan lain, pasti menimbulkan cekcok. Dalam hal demikian, penyebabnya adalah personae suami, yang merugikan isteri.

Tags: