Inkonsistensi Putusan PTUN Pembatalan SK Suhartoyo, Majelis Banding Harus Progresif
Terbaru

Inkonsistensi Putusan PTUN Pembatalan SK Suhartoyo, Majelis Banding Harus Progresif

Posisi hakim banding harus mampu melihat persoalan yang mendera MK. Mencari solusi, bukan sekedar menyalahkan absennya aturan tentang mekanisme pemberhentian Ketua atau Wakil Ketua MK.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Perspektif hakim tingkat banding nanti harus progresif untuk melihat persoalan yang mendera MK,” imbuhnya.

Sementara Pakar Hukum Tata negara (HTN) Universitas Andalas, Feri Amsari menyebut putusan PTUN Jakarta itu janggal. Setidaknya ada 3 indikasi yang dapat dicermati. Pertama, majelis hakim PTUN Jakarta dalam putusan menyebut “mengabulkan permohonan penggugat untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula”. Padahal itu masuk ranah etik dan moral yang menjadi kewenangan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

“Tidak ada korelasinya dengan ruang administrasi birokrasi yang menjadi tugas dan kewenangan PTUN,” katanya kepada Hukumonline.

Kedua, walau putusan itu memulihkan harkat dan martabat Anwar Usman sebagai hakim MK seperti semula, tapi tidak mengabulkan gugatan untuk mengembalikan posisinya sebagai Ketua MK. Argumen majelis hakim PTUN Jakarta itu saling bertabrakan, padahal salah satu alasan Anwar Usman dipecat sebagai Ketua MK karena tersandung masalah etik.

Ketiga, tanpa argumen yang jelas hakim PTUN Jakarta malah menyasar soal jabatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. Padahal jelas jabatan itu untuk mengisi posisi Ketua MK yang kosong setelah Anwar Usman lengser dari jabatan tertinggi di lembaga yang berjuluk sebagai penjaga konstitusi itu.

“Aneh sekali putusan ini, perlu ditinjau ulang dan semoga diperbaiki lewat pengadilan TUN tingkat banding,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait