Inilah Pertimbangan PK MA atas Fee Kurator Telkomsel
Berita

Inilah Pertimbangan PK MA atas Fee Kurator Telkomsel

Eks kurator Telkomsel siap menempuh upaya hukum lain.

HRS
Bacaan 2 Menit

Mahkamah Agung juga menyatakan,dalam menentukan imbalan jasa pengurusan perkara Telkomsel, kurator tidak merinci pekerjaan yang telah dilakukan. Selain itu, kurator tidak merinci tarif pekerjaan dan kemampuannya sehingga harus mendapat bayaran 1% dari aset Telkomsel. Begitu juga dengan  majelis hakim niaga yang tidak memberikan rincian untuk memutuskan mengabulkan 0,5% dari aset Telkomsel. Berdasarkan hal-hal tersebut, MA sepakat untuk mengabulkan PK Telkomsel dan membatalkan penetapan fee kurator tersebut.

Andri W Kusuma, dahulu adalah kuasa hukum Telkomsel untuk PK kurator, menyambut baik putusan ini. Meskipun telah tidak lagi menjadi kuasa hukum Telkomsel, Andri menyatakan putusan tersebut telah memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan dan bermanfaat bagi dunia usaha.

“Saya tidakbisa berkomentar apa-apa lagi karena tidak lagi menjadi kuasa Telkomsel. Namun, ya putusan ini benar-benar bermanfaat bagi dunia usaha,” tuturnya ketika dihubungi hukumonline, Senin (23/9).

Maju Terus Pantang Mundur

Berbeda dengan eks kurator Telkomsel, Edino Girsang. Edino menilai putusan tersebut justru tidak adil dan sangat memihak Telkomsel. Putusan PK tidak memberikan penyelesaian atas fee kurator. Ia tidak dapat menerima alasan MA yang menyatakan kurator tidak merinci pekerjaan dan kemampuan sehingga berhak atas imbalan jasa.

Menurut Edino, kurator telah menyampaikan laporan akhir yang menjelaskan rincian pekerjaan kurator, rincian biaya kerumitan pekerjaan kurator dalam permohonan fee kurator, termasuk dalam kontra PK. Akan tetapi, MA tidak mempertimbangkannya.

“Putusan tersebut bagaikan sinisme yang berkembang  di masyarakat, mengatasi masalah dengan masalah,” ucap Edino kepada hukumonline, Senin (23/9).

Edino juga mengatakan putusan PK ini memperkuat anggapan putusan di Indonesia adalah putusan yang tidak dapat diprediksi. Terlihat dari dilanggarnya penjelasan Pasal 91 UU Kepailitan. Edino menilai tidak perlu dituliskan kalimat “upaya hukum biasa” untuk menunjukkan terjadinya perbedaan peninjauan kembali. Soalnya, terhadap semua penetapan dapat dilakukan kasasi. Tidak ditemukan maksud final dan putusan akhir hanyalah upaya hukum biasa. Jelas maksudnya hingga PK sebagaimana dapat diperbandingkan dengan penjelasan Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan UU No.8 Tahun 2011tentang Mahkamah Konstitusi.

Tags:

Berita Terkait