Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang diberikan tenaga kesehatan idealnya menghasilkan kondisi yang harmonis. Tapi dalam praktiknya tak sedikit terdapat perselisihan atau sengketa dalam layanan kesehatan. Lantas apa saja penyebab terjadinya sengketa medis?.
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Nasional, Prof Basuki Rekso Wibowo mengatakan ‘sengketa medis’ dalam makna luas mengandung makna sebagai perselisihan antara para pihak terkait pemenuhan hak dan/atau kewajiban yang timbul dari adanya hubungan perikatan terkait pelayanan medis.
Para pihak yang terlibat dalam ‘sengketa medis’ antara lain dokter dengan pasien atau keluarga pasien, Rumah Sakit (RS) dengan pasien atau keluarga pasien dan lainnya. Untuk menangani sengketa medis perlu dilakukan pemetaan terhadap potensi sengketa, pencegahan, mitigasi, dan cara penyelesaian.
“Mencegah lebih penting daripada menyelesaikan, tapi jika terjadi sengketa maka harus diselesaikan dengan baik,” ujarnya dalam seminar nasional bertema ‘Pembentukan Lembaga Mediasi dan Arbitrase Medis dan Kesehatan Sebagai Implementasi Pasal 310 UU No.17 Tahun 2023’, Selasa (15/8/2023).
Baca juga:
- UU Kesehatan Kedepankan Penyelesaian Sengketa Secara Restorative Justice
- UU Kesehatan Resmi Terbit, 11 UU Ini Dinyatakan Tak Berlaku
Prof Basuki mencatat beberapa faktor penyebab terjadinya sengketa medis. Pertama, terjadinya perbedaan persepsi terhadap suatu fakta dan fenomena yang terjadi. Kedua, ada perbedaan interpretasi terhadap aturan dan data medis. Ketiga, prasangka terjadinya pelanggaran hak dan kewajiban oleh satu pihak terhadap pihak lain yang menimbulkan kerugian. Keempat, boleh jadi terjadi karena kegagalan komunikasi efektif mengingat pasien dan keluarga pasien awam terhadap istilah, teknis, dan tindakan medis.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung periode 2009-2018 itu menuturkan, tak ada sengketa yang tak dapat diselesaikan dengan cara-cara yang baik sekalipun sengketa itu rumit. Setiap sengketa harus dikelola dan diselesaikan lebih dulu dengan cara persuasif, rekonsiliatif, dan melalui pilihan cara penyelesaian yang tepat sesuai dengan keunikan dan karakteristik masing-masing sengketa.