Ini Curhatan Hakim Bergaji Kecil
Berita

Ini Curhatan Hakim Bergaji Kecil

Komisi Yudisial mengusulkan kenaikan tunjangan jabatan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Komisi Yudisial (KY) usulkan kenaikan tunjangan jabatan wakil tuhan. Foto: Sgp
Komisi Yudisial (KY) usulkan kenaikan tunjangan jabatan wakil tuhan. Foto: Sgp

Para hakim di daerah bergolak. Mereka memprotes minimnya kesejahteraan yang mereka peroleh. Gaji pokok para ‘wakil Tuhan’ ini masih kalah dengan gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) biasa. Belum lagi diperparah dengan tunjangan hakim yang tak pernah naik selama 11 tahun. Ancaman mogok sidang dari hakim-hakim di daerah pun tak terelakkan.

Yuri Ardiansyah, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Parigi Sulawesi Tengah (Sulteng), menceritakan kondisi para hakim di daerah yang sangat memprihatikan. Ia menilai kewibawaan para hakim telah jatuh dengan minimnya kesejahteraan dan fasilitas yang tak diperoleh hakim. Misalnya, fasilitas kendaraan dinas yang belum dimiliki oleh hakim. Uniknya, panitera pengganti (PP) yang berstatus PNS memperoleh fasilitas ini.

“Hakim seringkali harus meminjam mobil dinas dari panitera pengganti (PP). Kami bukan ingin diagung-agungkan, tapi ini menyangkut wibawa hakim. Bahkan, kadang-kadang hakim harus menggunakan motor sendiri untuk menghadiri rapat dengan kepala daerah ketika mobil dinas panitera itu digunakan oleh panitera. Hakim dianggap bukan sebagai jabatan yang sakral,” keluhnya dalam diskusi yang diselenggarakan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) di Jakarta, Selasa (3/4).   

Selain itu, rumah dinas juga menjadi masalah tersendiri. Tak semua hakim mendapatkan fasilitas rumah dinas. Yuri mengaku harus mengontrak rumah dengan biaya delapanjutarupiahpertahun untuk menaungi istri dan dua anaknya. Ia menceritakan rumah kontrakannya ini berpagar pendek dan sangat dekat dengan rumah penduduk.

“Sering sekali pihak yang berperkara datang ke rumah saya. Saya harus putar otak untuk menolak secara halus. Seharusnya, memang rumah hakim itu jauh dari penduduk. Tapi, mau bagaimana lagi, untuk mencari rumah yang layak cukup sulit karena biayanya mencapai 12-13 juta pertahun,” ujarnya.

Belum lagi bila dikaitkan dengan fasilitas kesehatan dan keamanan yang seharusnya diperoleh hakim. “Ini juga semakin parah. Apalagi, ketika anak kedua saya sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Obat askes tak ada. Saya harus mengeluarkan dana yang cukup besar, 10 persen dari gaji pokok dan tunjangan yang saya peroleh,” ujarnya sembari berharap tunjangan-tunjangan ini segera diperhatikan.

“Saat ini, MA dan KY sibuk memperjuangkan remunerasi yang baru diterima 70 persen, agar segera diberikan 30 persen. Menurut pendapat saya pribadi, kenapa tak memperjuangkan yang sudah benar-benar dijamin dalam undang-undang, seperti tunjangan kesehatan, rumah dinas dan transportasi,” jelasnya.

Tags: