Ini Aturan Denda Bagi Eksportir SDA yang Tidak Simpan Uangnya di Dalam Negeri
Berita

Ini Aturan Denda Bagi Eksportir SDA yang Tidak Simpan Uangnya di Dalam Negeri

Menkeu mengingatkan setiap Penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa. Khusus Devisa berupa DHE SDA, wajib dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

“Hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan bahwa Eksportir telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor,” bunyi Pasal 12 PMK ini.

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. pengenaan sanksi administratif berupa denda dan permintaan penjelasan tertulis; b. pengenaan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor; c. tata cara penyampaian penagihan atas pengenaan sanksi administratif berupa denda; dan d. pembayaran denda, menurut PMK ini, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

 

“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 yang telah diundangkan oleh Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, pada 1 Juli 2019.

 

Sebelumnya, pengamat ekonomi Indef Ahmad Heri Firdaus berpendapat pemerintah harus menyiapkan instrumen kebijakan yang tidak setengah-setengah untuk mencegah timbulnya celah kecurangan dalam implementasi PP 1/2019. Maksudnya, sanksi administrasi yang diatur didalam PP DHE masih memberikan celah kepada pelaku usaha untuk tetap berbuat curang.

 

Bagi Heri, sanksi administrasi yang diterapkan oleh pemerintah harus kuat. Jika tidak, bukan tak mungkin pelaku usaha lebih memilih melakukan kecurangan dengan denda yang kecil, karena mendapatkan keuntungan yang besar.

 

“Kalau misalnya pelaku usaha tahu hukuman lemah, hukuman denda yang tidak seberapa, dan mereka akan berpikir mendingan bayar denda dan melakukan pelanggaran karena untungnya jauh lebih besar daripada denda. Jangan ada celah seperti itu, gawat kalau ada orang memilih melanggar aturan karena enforcement-nya kecil. Nah ini harus diperjelas dulu bagaimana aturan teknisnya,” kata Heri kepada hukumonline, beberapa waktu lalu.

 

Selain itu, Heri menilai bahwa pemerintah harus melakukan antisipasi terkait adanya kemungkinan lahirnya perusahaan-perusahaan baru, terutama perusahaan-perusahaan baru yang lahir karena perusahaan sebelumnya mendapatkan sanksi pencabutan izin. Dalam kasus seperti ini, sudah sepantasnya pemerintah mencatat nama pihak-pihak yang terlibat dalam setiap perusahaan yang melakukan pelanggaran dan izinya dicabut. Tujuannya untuk menghindari potensi pelanggaran yang sama.

 

“Perusahaan lama dicabut izin, terus bikin perusahaan baru dan orangnya sama. Nah itu sama aja bohong. Yang semacam-semacam itu harus diantisipasi juga sama pemerintah, oleh Bank Sentral dan OJK. Artinya harus ada hukum yang lebih kuat sehingga pelaku usaha enggak bisa melakukan ini, untuk coba-coba seperti itu,” tambahnya.

 

Tags:

Berita Terkait