Implementasi Kebijakan Energi, Jauh Panggang dari Api
Berita

Implementasi Kebijakan Energi, Jauh Panggang dari Api

Departemen ESDM sebenarnya telah mengantongi sederet kebijakan untuk menjaga ketahanan energi. Karena kurangnya sosialisasi, implementasi jadi terhambat.

CRY
Bacaan 2 Menit

 

Sebenarnya Pemerintah sudah mengantisipasi permasalahan itu. Kita memang tak 0bisa bergantung hanya dari minyak. Sumber energi lain yang terbarukan harus digali, ujar Evita Legowo, Asisten Menteri ESDM yang juga menjadi anggota Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (Timnas BBN). Timnas BBN itu sendiri dibentuk sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pembentukan Timnas BBN untuk Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.

 

Sebelumnya, Pemerintah juga telah menelorkan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Presiden sangat concern pada sumber energi terbarukan. Selain mengganti peran minyak, hal ini juga diharapkan bisa membuka lapangan kerja, ujar Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng dihubungi lewat telepon.

 

Penggunaan Sumber Energi Saat Ini

Penggunaan Sumber Energi 2025 sesuai Sasaran Peraturan Presiden No. 5 / 2006

Minyak bumi   51,66%

Gas bumi   28,57%

Batubara   15,34%

Tenaga air   3,11%

Panas bumi   1,32%

Minyak bumi   20%

Gas bumi   30%

Batubara   33%

Energi terbarukan   17% yang meliputi biofuel 5%, panas bumi 5%, biomassa, nuklir, air, surya, angina 5%, batubara cair 2%

Sumber: Timnas BBN, diolah

 

Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi ESDM J. Purwono menambahkan, sampai saat ini 46 persen masyarakat belum menikmati listrik. Hingga tahun 2015, dibutuhkan total investasi AS $ 41,4 juta. Untuk pembangkitan AS$ 26,4 juta, transmisi AS$ 7 juta, dan distribusi AS$ 8 juta. Makanya, peran swasta sangat dibutuhkan, ujarnya.

 

Purwono menjelaskan, saat ini terbuka kesempatan bagi swasta untuk bermain di sektor hulu. Dengan tender terbuka, pihak swasta berkesempatan untuk menjual listrik kepada PLN. Dengan patokan, pihak swasta tersebut mampu menyuplai dengan harga 80% dari biaya pokok PLN, sambungnya. Puwono mengakui, tiap daerah masih belum merata ongkos produksinya. Di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, biaya pokoknya masih Rp 2.000/kwh. Sedangkan di Jawa Rp 700/kwh.

 

Meskipun sudah ada perangkat kebijakan dan kemudahan dari Pemerintah, nampaknya sosialisasi masih belum tergarap dengan baik. Menurut Umar, Pemerintah harus gencar menyosialisasikan kebijakan ini, melobi berbagai pihak, serta depolitisasi kebijakan subsidi. Dengan memisahkan kebijakan subsidi dari politik, langkah Pemerintah untuk menyesuaikan harga mendekati harga pasar akan lebih mudah.

 

Kebijakan harus realistis

Ketua Focus Group Bidang Ekonomi Energi dan Sumberdaya Alam Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Armida Alisjahbana memberi catatan, penggarapan sumber energi alternatif akan memungkinkan (feasible) jika harga sumber energi tersebut mampu bersaing dengan harga minyak. Konsumen akan menerima energi alternative dengan harga minyak mentah (crude oil) US$ 60 per barel, dan harga minyak kelapa mentah (crude palm oil, CPO) US$ 48 per barel. Selama subsidi minyak masih besar sehingga harga BBM masih murah, energi alternatif tak akan feasible, tuturnya.

Tags: