Rumusan tegas ‘iktikad baik’ dalam regulasi tentang pemerintahan pertama kali disebutkan pada UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP). Iktikad baik menjadi salah satu syarat bagi Pejabat Pemerintah untuk melakukan diskresi berdasarkan Pasal 24 huruf f.
Penjelasan Pasal 24 huruf f tentang ‘iktikad baik’ tersebut menyebutkan yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan didasarkan atas motif kejujuran dan berdasarkan AUPB. Setidaknya ada dua unsur yang tertera dalam penjelasan itu. Pertama adalah motif kejujuran. Kedua adalah berdasarkan AUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik).
AUPB diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU AP. Ada 8 asas AUPB berdasarkan Pasal 10 ayat 1 UU AP. Namun Pasal 10 ayat (2) membuka peluang bahwa asas-asas lain dapat diakui sebagai AUPB. Syaratnya jika dijadikan dasar penilaian Hakim dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Perlu diperhatikan bahwa AUPB sudah diatur di berbagai undang-undang sektoral administrasi negara jauh sebelum UU AP. Tercatat rumusan normatif AUPB pertama kali dituangkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.