Ikatan Notaris Indonesia Gelar FGD Bahas Implementasi Cyber Notary
Pojok INI

Ikatan Notaris Indonesia Gelar FGD Bahas Implementasi Cyber Notary

Diusulkan menggunakan mekanisme hibrida (hybrid) yakni 2 sistem antara praktik kenotariatan secara konvensional dan siber (cyber). Notaris Jerman ingatkan pentingnya keamanan data elektronik.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

 

“Notaris konvensional dan notaris yang melaksanakan cyber notary,” usul Made.

 

Ide itu merujuk studi komparasi dengan praktik di Jepang di mana cyber notary tidak diterapkan untuk seluruh notaris. Pembacaan dan tandatangan akta tetap dilakukan secara konvensional yakni hadir di hadapan notaris, tapi tanda tangan dapat dilakukan secara digital. Begitu juga dengan menghadap bisa secara langsung atau melalui media. Notaris di Jepang dan Belgia menyimpan data elektronik dalam satu pusat data akta autentik elektronik. Pihak yang berwenang mengakses, membuka, dan membaca akta autentik yang disimpan dalam pusat data tersebut hanya notaris yang membuat akta tersebut.

 

“Tetap melibatkan organisasi INI melalui Majelis Pengawas, ahli, untuk ikut mengawasi pusat data elektronik,” imbuh Made.

 

Kewenangan dalam pelaksanaan cyber notary secara hibrida ini, menurut Made, dilaksanakan oleh notaris khusus atau yang memenuhi syarat. Artinya tidak semua notaris posisinya sebagai cyber notary. Untuk mengampu kewenangan itu notaris wajib mengikuti pelatihan/sertifikasi untuk memenuhi syarat. Kesimpulannya, notaris tetap melaksanakan kewenangannya dalam membuat akta autentik secara konvensional sesuai UU 2/2014. Cyber notary punya tanggung jawab lebih terhadap akta yang dibuatnya secara digital.

 

Pengalaman Notaris di Jerman

Pada kesempatan yang sama perwakilan The German Federal Chamber of Notaries, Lovro Tomasiv, berpendapat bahwa perkembangan dan penggunaan teknologi bidang kenotariatan penuh dinamika. Notaris harus mengetahui mana teknologi yang bisa digunakan dan mampu mengendalikannya. Perlu diingat hal ini tak sekadar masalah teknis, tapi juga politis karena terkait peran pemerintah. “INI harus memegang kendali mengenai arah penggunaan ini,” ungkapnya.

 

Lovro menjelaskan, notaris di Jerman sudah menggunakan teknologi sejak tahun 1980. Bahkan di Jerman notaris menjadi profesi yang terdepan dalam mengggunakan teknologi modern. Sekalipun secara umum penggunaan teknologi di bidang hukum relatif tertinggal ketimbang bidang lain. Teknologi komunikasi mulai digunakan kalangan notaris sejak 2007, khususnya untuk bidang korporasi. “Sejak tahun 2007 semua perubahan terkait korporasi di Jerman sudah menggunakan akta, dokumen, dan pendaftaran secara elektronik,” ungkapnya.

 

Akta elektronik (e-akta) di Jerman terbagi menjadi dua jenis. Pertama, klien datang dan melakukan tanda tangan kemudian akta dipindai, digunakan sebagai lampiran ketika mendaftar di sistem elektronik. Kedua, secara langsung mengisi akta elektronik. Beranjak 2021-2022 mulai digunakan autentifikasi elektronik yang memungkinkan penandatanganan akta, pendirian korporasi, dan perubahannya dilakukan secara elektronik tanpa kehadiran notaris. Teknologi yang digunakan itu dikelola organisasi notaris Jerman.

 

Dalam menggunakan teknologi elektronik untuk bidang kenotariatan, Lovro mengingatkan beberapa hal yang menjadi prioritas yakni kehadiran, penandatanganan, dan penyimpanan. Jerman memperkenalkan penyimpanan akta dan warkah secara elektronik tahun 2022. Tak kalah penting dipertimbangkan yaitu biaya. Untuk kebutuhan penyimpanan data elektronik Jerman sudah menghabiskan dana sekitar 100 miliar euro. Hal ini akan mempengaruhi biaya jasa notaris yang dibayar klien.

Tags:

Berita Terkait