IKAHI Minta Alat Bukti Elektronik Diperkuat
Utama

IKAHI Minta Alat Bukti Elektronik Diperkuat

RUU Informasi Transaksi Elektronik perlu menjelaskan lebih detail kekuatan hukum pembuktian dari dokumen-dokumen elektronik.

CRR
Bacaan 2 Menit

 

Abdurrahman menyatakan masalah pembuktian tidak bisa begitu saja dianggap sepele bila berkaitan dengan hukum. Dunia elektronik telah berkembang pesat menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia. Bisnis syari'ah yang sekarang sedang berkembang pesat, akan bersentuhan dengan aspek-aspek e-commerce Abdurahman mencontohkan.

 

Anggota IKAHI lain, Roki Panjaitan berpendapat kebutuhan akan adanya UU ITE sudah mendesak. Ia berpendapat ada beberapa pasal dalam RUU ITE yang perlu dipertahankan, seperti pasal 5 ayat (4) huruf c. Pasal tersebut mengatakan ketentuan mengenai informasi dan dokumen elektronik tidak berlaku untuk dokumen-dokumen yang berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak.

 

Roki mencontohkan rekening penampungan sumbangan untuk korban bencana alam. Ada resiko penipuan jika sumbangan itu dijalankan melalui transaksi internet. Bisa saja orang membuat situs di internet yang mengajak orang untuk menyumbang hanya 10 dolar AS. Namun jika ada jutaan orang mengirimkan uang, sepuluh dolar itu bisa menjadi jutaan dolar. Banyak orang yang tertipu, ujar Roki.

 

 

Pasal 5 Draf UU ITE

 

(1)     Informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya sebagaimana 

         dimaksud dalam ayat 1 merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai  

         dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

(2)     Informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya sebagaimana 

         dimaksud dalam ayat 1, merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai 

         dengan Hukum Acara yang berlaku di Inonesia.

(3)     Informasi dan atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan 

         sistem elektronik sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

(4)(c) Perjanjian yang berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak.  

 

Joko Sarwoko, Ketua IKAHI mengatakan alat bukti dari aspek hukum pidana sebenarnya sudah diatur dalam UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001. Perluasan alat bukti di sini hanya dikaitkan pasal 188 KUHAP, terutama untuk menemukan alat bukti petunjuk saja, ujar Joko.

 

Menurut juru bicara MA ini, bila RUU ITE hendak dijadikan payung hukum untuk undang-undang lainnya, perlu ditingkatkan perluasan alat bukti. Bukan hanya menemukan bukti petunjuk, tetapi juga menjadi bagian salah satu alat bukti.

 

Selain itu juga menurut Joko, beberapa ketentuan menyangkut transaksi elektronik ini sebenarnya sudah mendapatkan pengaturan dalam UU terorisme dan UU pencucian uang (money laundering). Persoalan yang banyak muncul adalah  kriminalisasi kartu kredit dan internet. Selama ini hakim, advokat dan jaksa masih berpijak pada KUHP. Joko berpendapat, kriminalisasi elektronik perlu diatur secara khusus, meskipun sebagian sudah diatur dalam UU Perbankan, UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: